27 Tahun Kekuatan Sipil Menumbangkan Orde Baru

Arsip foto Kompas saat gelombang gerakan rakyat sipil (people power) menurunkan kekuasaan Soeharto dan menandai kelahiran era Reformasi.

Indonesia menapaki babak baru dalam perjalanannya 27 tahun silam. Peristiwa itu adalah mundurnya Presiden ke-2 Indonesia Soeharto dari jabatan presiden pada 21 Mei 1998. Hal ini juga menandai tumbangnya era Orde Baru dan berganti dengan era Reformasi.

Mundurnya Soeharto tidak lepas dari gerakan yang menyuarakan tuntutan reformasi. Gelombang gerakan reformasi bergelora atas kondisi bangsa yang kian suram. Krisis ekonomi tidak teratasi, demokrasi dikebiri, hingga praktik pemerintahan sarat akan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Presiden Soeharto

KOMPAS/PAT HENDRANTO
Soeharto dilantik dan diambil sumpahnya menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968.

Pidato Soeharto Setelah Dilantik Sebagai Presiden RI

KOMPAS/EDDY HASBY
Pidato Soeharto saat dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1998-2003 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (11/3/1998).

Salah satu bentuk demokrasi yang dikebiri adalah sifat pemerintah yang antikritik. Selama 32 tahun Soeharto berkuasa, antikritik menjadi salah satu sikap yang melekat. Suara-suara kritis baik tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa, maupun masyarakat biasa akan dibungkam.

Bahkan, dalam beberapa kasus, tidak segan rezim yang berkuasa menghalalkan segala cara untuk membungkam suara-suara kritis tersebut, mulai dari memasukkan ke dalam penjara hingga menghilangkan nyawa. Mengganggu pembangunan, menciptakan instabilitas politik, hingga meresahkan masyarakat menjadi alasan pembungkaman kritik tersebut.

Gambaran antikritik terlihat jelas sejak meletusnya peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Aksi protes mahasiswa terhadap pemerintah pun dihadapkan pada kekuatan dan tindakan represif militer.

Tidak hanya membenturkan aparat keamanan dengan masyarakat sipil, pemerintahan Soeharto juga sering melabeli masyarakat dengan label ”subversif” dan ”membahayakan negara” bagi mereka yang kritis terhadap pemerintah.

Langgar Ham-Seorang mahasiswa jatuh tergeletak terkena pukulan pasukan anti huru hara yang berusaha membubarkan aksi unjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur, di depan kampus Trisakti, Grogol pada tanggal 12 Mei 1998. Pada aksi tersebut beberapa mahasiswa Trisakti tewas terkena tembakan. Namun hingga saat ini, kasus tertembaknya mahasiswa Trisakti tersebut masih belum terungkap.   Kompas/Julian Sihombing (JS) 12-05-998

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING
Mahasiswa jatuh tergeletak terkena pukulan pasukan antihuru-hara yang berusaha membubarkan unjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur di depan Kampus Trisakti, Grogol, Jakarta, 12 Mei 1998. Pada aksi tersebut, beberapa mahasiswa Trisakti tewas terkena tembakan. Namun, hingga saat ini, kasus tertembaknya mahasiswa Trisakti tersebut masih belum terungkap.

*** Local Caption *** Aksi-aksi mahasiswa, Jumat (8/5) merebak di berbagai kota dan umumnya berlangsung damai. Akant tetapi, demo di Solo, Yogyakarta, Samarinda dan Jakarta – khususnya di depan gedung MPR/DPR dan di sekitar kampus Univesitas Trisaksi Jalan Kyai Tapa-Jakarta, berlangsung rusuh. Secara khusus, demonstrasi di Jakarta, diwarnai dengan pelemparan batu terhadap aparat keamanan di Jl Kyai Tapa dan aparat bertindak tegas di Gedung MPR/DPR. Tampak bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa dekat Gedung DPR/MPR.   Terkait berita Kompas, 09-05-1998, 3. Judul Amplop : Demo Mahasiswa

KOMPAS/EDDY HASBY
Bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa dekat Gedung DPR/MPR, 8 Mei 1998.

Tidak sedikit dari benturan pihak keamanan dan masyarakat yang berujung pada pelanggaran HAM berat. Peristiwa itu seperti perampasan lahan rakyat di sejumlah tempat, salah satunya di lokasi pembangunan Waduk Kedungombo, tewasnya Marsinah, hilangnya Wiji Thukul, dan banyak peristiwa lain. 

Selain aura ”tangan besi” yang cukup meneror rakyat lemah, praktik penyelewengan kekuasaan demi kepentingan dan kekayaan golongan yang dekat dengan lingkaran kekuasaan juga mewarnai pemerintahan Orde Baru. Praktik KKN seolah menjadi hal lumrah. 

Kian rusak dan memburuknya tatanan pemerintahan akhirnya menimbulkan gejolak. Laksana menyimpan bara dalam sekam, gelora gerakan tuntutan reformasi pun semakin membesar dan menyebar ke berbagai penjuru Nusantara. Tidak hanya di Jakarta, unjuk rasa dan kerusuhan meletus pula di kota-kota lain di Indonesia. Tuntutan utama dalam gerakan reformasi itu adalah mundurnya Soeharto.

Aksi Keprihatinan Mahasiswa IISIP Jakarta

KOMPAS/JOHNNY TG
Aksi keprihatinan digelar mahasiswa Institut Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Rabu (11/3/1998). Tuntutan yang dilontarkan adalah penurunan harga, reformasi politik, reformasi ekonomi, dan pembentukan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tidak hanya di IISIP, aksi keprihatinan juga terselenggara di kampus-kampus dari segala penjuru negeri.

Gelombang reformasi semakin membesar pascapelantikan Soehato sebagai presiden pada awal 1998. Pelantikan ini kian melanggengkan kekuasaan Soeharto bersama kroni-kroninya. Di sisi lain, kondisi negara dalam krisis multidimensi yang kian buruk pascakrisis moneter 1997.

Aksi kian marak dan menyebar. Aksi digelar mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, dan kelompok masyarakat sipil lain. Gelombang tuntutan reformasi ini kerap dihadapkan dengan tindakan represif aparat, baik TNI maupun polisi.

Salah satu peristiwa besar yang meletus dan menjadi bagian puncak gerakan reformasi ini adalah peristiwa penembakan aparat yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, pada aksi 12-13 Mei 1998. Peristiwa ini memicu rentetan peristiwa berikutnya, baik unjuk rasa yang semakin besar maupun kerusuhan yang merebak di sejumlah wilayah di Jakarta ataupun di daerah. 

Gelombang aksi mahasiswa dan rakyat di depan Gedung DPR, Jakarta, pun kian membesar. Hingga pada 20 Mei 1998, seiring peringatan Hari Kebangkitan Nasional, massa aksi berhasil menduduki Gedung DPR. Kekuatan gerakan rakyat dan mahasiswa menuntut reformasi tak terbendung. 

Kasus Trisakti 1998 Foto karya Julian Sihombing.  Kompas/Julian Sihombing (JS) 12-05-1998 *** Local Caption *** Kasus Trisakti 1998  Kompas/Julian Sihombing (JS) 12-05-1998

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING
Mahasiswa Trisakti, Jakarta, terkapar di jalan saat bentrokan terjadi antara mahasiswa dan aparat keamanan pada Mei 1998.

Gelombang aksi mahasiswa dan kelompok lain akhirnya membuahkan hasil. Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mundur. Pernyataan tersebut disambut gegap gempita dan sukacita mahasiswa dan rakyat Indonesia. Kekuasaan Orde Baru runtuh.

Arsip Kompas
Harian ”Kompas” edisi Rabu, 20 Mei 1998

Arsip Kompas
Harian ”Kompas” edisi Kamis, 21 Mei 1998

Arsip Kompas
Harian ”Kompas” edisi Jumat, 22 Mei 1998

Dengan berakhirnya kekuasaan Orde Baru, Indonesia mulai menapaki era Reformasi. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan KKN.

Tumbangnya rezim Soeharto (Orde Baru) menjadi pelajaran bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Salah satunya untuk menjaga dan menegakkan demokrasi yang sehat, sesuai tujuan awal negara ini berdiri, seperti tertuang dalam amanat UUD 1945. Selain itu, kekuasaan yang diwarnai pembungkaman, seperti pelibatan kekuatan militer, akan menjadi bom waktu permasalahan besar bagi situasi negara di masa yang akan datang. 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow