Natuna (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, terus belajar dari peristiwa bencana yang kerap terjadi di daerah ini. Strategi awal yang pemkab lakukan pada tahun 2023 adalah bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Padjadjaran untuk memetakan lokasi dan potensi bencana di Natuna.
Menurut hasil riset dari peneliti perguruan tinggi negeri itu, Nour Chaidir, semua wilayah di Natuna berpotensi mengalami bencana.
Kabupaten Natuna berisiko mengalami tujuh macam bencana, mulai dari banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem (angin kencang), gelombang ekstrem dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan, hingga tanah longsor.
Dari ketujuh bencana tersebut, karhutla, banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, dan abrasi merupakan bencana yang berisiko tinggi terjadi.
Data tersebut juga diperkuat dengan jumlah kejadian yang telah ditangani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna pada tahun 2022 dan 2023.
Dari kejadian yang ditangani BPBD Natuna tahun 2022, bencana yang kerap terjadi yakni banjir dengan jumlah 35 kejadian, kemudian karhutla sebanyak 33 kejadian, cuaca ekstrem 16 kejadian, gelombang ekstrem dan abrasi enam kejadian, tanah longsor empat kejadian, banjir bandang dua kejadian, dan kekeringan nihil.
Pada tahun 2023, bencana didominasi oleh karhutla dengan 53 kejadian, kemudian diikuti oleh banjir 18 kejadian, cuaca ekstrem 17 kejadian tanah longsor dua kejadian, gelombang ekstrem satu kejadian, banjir bandang, dan kekeringan nihil.
Lokasi yang kerap mengalami karhutla ialah Kecamatan Bunguran Selatan dan Bunguran Timur. Karhutla yang terjadi disulut kebiasaan masyarakat yang kerap membuka lahan dengan cara dibakar.
Adapun banjir kerap melanda di Kecamatan Bunguran Timur, dengan penyebab berkurangannya daerah resapan air, aliran sungai dan drainase yang menyempit, serta drainase yang tidak terhubung ke pembuangan akhir.
Untuk mengantisipasi kebakaran, Pemkab Natuna melalui BPBD dan Damkar intens mengingatkan masyarakat agar tidak membuka lahan dengan membakar dan tidak membakar hutan. Tindakan tersebut juga ada konsekuensi pidananya.
Selain itu, Polres Natuna juga melakukan gencar memasang spanduk berisikan aturan yang bisa menjerat pidana para pelaku pembakaran hutan di wilayah-wilayah rawan kebakaran.
Untuk mengatasi banjir, pemerintah melakukan pendalaman sungai-sungai, pemasangan anyaman kawat (bronjong) di badan sungai serta pembersihan drainase.
Pemkab Natuna juga berkoordinasi dengan Badan Wilayah Sungai Bagian Sumatera (BWSS) untuk membantu melakukan pendalaman atau pengerukan sungai.
Selain itu Pemkab Natuna melalui BPBD Natuna pada 2023 menggelar pelatihan pencegahan dan mitigasi bencana.
Pelatihan ini diikuti oleh anggota BPBD Natuna, pegawai kecamatan, desa, dan kelurahan, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dasar dalam penanganan bencana.
Pada tahun 2023 BPBD Natuna juga membeli peralatan komunikasi radio agar bisa berkomunikasi dengan lancar saat terjadi bencana. Hal ini mereka lakukan usai mempelajari kesulitan saat menangani bencana longsor di Pulau Serasan pada Maret 2023.
Pada peristiwa longsor tersebut jaringan seluler dan Internet terputus dan membuat mereka sulit berkomunikasi yang pada akhirnya menghambat pergerakan penanganan.
Hasil pelatihan
Dengan adanya bekal dari pelatihan serta koordinasi yang baik antara Pemkab Natuna, Pemerintah Kecamatan, desa, kelurahan, dan pemangku kepentingan lainnya, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya menjadi lebih sigap, cepat, serta bijak dalam menangani bencana.
Bukti terbaru yang menguatkan bahwa Pemkab Natuna lebih bijak dalam mengambil tindakan adalah, saat peristiwa longsor di Pulau Serasan pada 10 Januari 2024). Saat itu ada dua peristiwa yang terjadi di Pulau Serasan, yang pertama longsor kecil di Desa Arum Ayam dan tanah retak di Desa Pangkalan.
Melihat dua kejadian ini, Pemkab Natuna langsung menggelar rapat koordinasi pada Jumat (11/1) bersama pemerintah kecamatan, desa, lurah, dan pemangku kepentingan untuk mengatasi bencana tersebut.
Pada rapat tersebut tim koordinasi mengambil keputusan untuk menjadikan hunian tetap (huntap) sebagai titik pengungsian jika terjadi longsor kembali mengingat saat itu kondisi Pulau Serasan kerap dilanda hujan dan mereka juga menyepakati untuk menaikkan status longsor di Serasan menjadi siaga darurat bencana agar bisa mengambil tindakan lebih jauh.
Keputusan yang diambil ternyata tepat dan bijak. Ketika pada Jumat malam longsor kembali terjadi, masyarakat langsung diungsikan aparat kecamatan dan desa ke huntap.
Tidak ada korban jiwa pada peristiwa ini, pasalnya longsor terjadi di puncak gunung, namun lokasi yang mengalami longsor merupakan titik longsor pada Maret tahun 2023 yang telah memakan 54 korban jiwa.
Hingga 18 Januari, Pulau Serasan masih mengalami longsor kecil sebab masih dilanda hujan dan masyarakat masih mengungsi.
Kejadian bencana yang kerap melanda Natuna menjadi perhatian khusus Pemkab Natuna. Pada tahun 2024, BPBD Natuna memfokuskan anggaran untuk kegiatan mitigasi bencana.
BPBD merancang berbagai kegiatan edukasi dalam bentuk sosialisasi degan fokus materi kebencanaan.
Sosialisasi diberikan kepada masyarakat di wilayah rawan bencana agar mereka bisa mengenali potensi bencana yang terjadi di wilayahnya.
Masyarakat harus diajarkan hidup berdampingan dengan bencana mengingat bencana tidak bisa dihindari, namun risikonya bisa diminimalkan melalui mitigasi yang akurat.
BPBD Natuna juga mengedukasi kebencanaan sejak dini kepada para pelajar agar mereka bisa mengetahui cara menyelamatkan diri saat menghadapi bencana.
Edukasi yang diberikan difokuskan pada aspek pencegahan agar tidak jatuh korban ketika terjadi bencana.
Ketika masyarakat sadar akan bahaya bencana, mereka mulai peduli dengan lingkungan dan pada akhirnya risiko dari bencana bisa diminimalkan.
Selain memberikan edukasi ke masyarakat, arah pembangunan di Natuna juga sudah mulai mengarah ke mitigasi bencana. Pemkab berkolaborasi dengan Balai Wilayah Sungai Sumatera untuk memperbesar aliran sungai agar air bisa mengalir dengan lancar sehingga tidak menyebabkan banjir.
Banjir kerap terjadi di Natuna karena aliran sungai pada saat musim hujan tidak bisa mengalur lancar, bahkan jika hujan deras terjadi bersamaan dengan air pasang, maka akan terjadi banjir.