Belajar dari Peristiwa Serangan Umum 1949, Ini Makna Perjuangannya

Menapaktilasi Peristiwa Serangan Umum 22 Mei 1949 di Pare (22-habis)

Belajar dari Peristiwa Serangan Umum 1949, Ini Makna Perjuangannya
image

Antara SMPN 4 Paredulu ST Pare-punya sejarah perjuangan yang melekat. Menjadi markas sekaligus tempat produksi logistik tempur TGP. Teladan inilah yang ingin diteruskan kepada generasi penerus.

Sorot lampu di panggung Gedung Serba Guna Kelurahan/Kecamatan Pare menyala lebih terang. Sesaat kemudian beberapa gadis berlari memasuki arena. Mereka mengenakan kebaya. Beberapa di antaranya membawa papan dakon. Sebagian lagi menggendong bakul berisikan sayuran.

Mereka asyik beraktivitas. Ada yang bermain. Ada yang berjualan. Sebuah penggambaran kehidupan sehari-hari pada masa sebelum adanya agresi Belanda. Semuanya berlangsung tenang dan damai. Namun, tiba-tiba saja suasananya berbalik 180 derajat.

Sorot lampu kini meredup. Berbarengan dengan itu, tiga murid yang mengenakan seragam tentara penjajah memasuki panggung. Menyiksa warga tanpa mengenal belas kasihan. Dipukul, ditendang, hingga dipopor moncong senapan.

Kehidupan yang awalnya damai kini menjadi penuh kekejaman. Rakyat ingin melawan. Sayang, lawan terlalu kuat. Namun, bara pemberontakan tidak lantas padam. Hingga akhirnya, datang Tentara Genie Pelajar (TGP) ke Kota Pare. Pasukan lalu membantu warga melawan penjajah.

Sorot lampu kembali benderang. Fragmen peperangan pun ditampilkan. Tentara Belanda dilawan dengan gagah berani. Tanpa ada rasa ketakutan. Pasukan menggunakan seluruh sumber daya yang ada. Tak berselang lama, suara petasan nyaring terdengar dari panggung. Menggambarkan trek bom yang diledakkan pada serangan umum 22 Mei di Pare.

Asap petasan mengepul. Memenuhi area panggung. Bau menyengat bubuk petasan pun menyerebak. Seiring dengan itu, pasukan Belanda tumbang. Berhasil dikalahkan pasukan TGP bersama warga.

“Kami menampilkan aksi teatrikal ini untuk mengedukasi perjuangan TGP,” ujar Hendro Widjonarko, guru sejarah SMPN 4 Pare.

Penampilan tersebut berhasil mendapatkan apresiasi dari seluruh undangan. Mereka memberikan tepuk tangan kepada seluruh penampil. Padahal, persiapan untuk menampilkan aksi teatrikal tersebut hanya singkat. Tidak lebih dari seminggu.

“Setiap pulang sekolah langsung berlatih teater. Semingguan latihannya,” ungkap Charly Eka Putra, 14, siswa kelas 7 SMPN 4 Pare kepada Jawa Pos Radar Kediri.

Belasan anak yang tergabung dalam Teater Kyskib tersebut berlatih sekitar 2-3 jam sehari. Mereka rela tidak langsung pulang ke rumah. Demi memberikan penampilan terbaik. Pada saat acara wisuda purnawiyata di Gedung Serba Guna Kelurahan/Kecamatan Pare kemarin.

Charly sangat antusias dengan penampilan teater tersebut. Bahkan, saat gladi resik sehari sebelum pertunjukkan. Mereka berusaha tampil all out. Menganggap sama seperti tampil aslinya.

“Saat gladi resik kami sudah serius. Jadi, pas tampil sudah tidak grogi lagi,” aku remaja asal Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare tersebut.

Hal senada disampaikan oleh Heni Nuravika Putri, 13. Siswa kelas 7 tersebut mengaku sangat senang dapat memerankan karakter pejuang TGP. Baginya, hal itu bisa membuatnya meneladani perjuangan yang dilakukan saat melawan penjajah. Dia berharap, pesan yang ingin disampaikan tersebut juga bisa sampai kepada para penonton. Terutama sesama generasi muda.

“Perjuangan pasukan bersama warga harus dapat kita teladani bersama. Ini sangat penting untuk generasi penerus bangsa,” tandas Heni.

Kepala SMPN 4 Pare Nur Subiantoro mengatakan, semangat pejuang ini harus dapat diresapi oleh murid-muridnya. Terlebih, mereka memiliki kedekatan sejarah dengan pasukan TGP. Notabene, lembaga mereka sekarang, dulunya merupakan markas dan lokasi pembuatan logistik tempur oleh pasukan TGP.

“Semangat tersebut harus dapat kita jaga dan tanamkan dalam diri,” pungkas Nur kepada koran ini.

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Kediri, silakan bergabung di Grup Telegram “Radar Kediri”. Caranya klik link join telegramradarkediri. Sebelumnya, pastikan Anda sudah menginstal aplikasi Telegram di ponsel.

Reporter: Andhika Attar Anindita

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow