Benteng Vredeburg, Saksi Sejarah Peristiwa Geger Sepoy hingga Perang Diponegoro
Benteng Vredeburg telah merekam banyak peristiwa bersejarah di Yogyakarta. Apa saja peristiwa-peristiwa tersebut?
Benteng Vredeburg adalah saksi bisu banyaknya peristiwa-peristiwa bersejarah di Yogyakarta dari zaman kolonial Belanda. Benteng ini juga turut merekam peristiwa Geger Sepehi hingga Perang Jawa Pangeran Diponegoro.
Mengutip laman resmi Kemdikbud RI, benteng Vredeburg di Yogyakarta berdiri seiring dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta yang pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755.
Setelah keraton mulai ditempati kemudian dibangun bangunan pendukung lainnya seperti Pasar Gedhe, Masjid, alun-alun dan bangunan pelengkap lainnya.
Penguasaan Benteng Vredeburg
Pada awal pembangunannya, status tanah Benteng Vredeburg adalah atas nama milik Keraton, tetapi penggunaannya di bawah pengawasan Nicolaas Harting, Gubernur Direktur wilayah Pantai Utara Jawa.
Sampai sekitar tahun 1765-1788, status tanah secara formal masih milik Keraton, tetapi penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda di bawah Gubernur WH Ossenberg.
Kemudian tahun 1788-1799, benteng digunakan secara sempurna oleh VOC, meski status tanah adalah milik keraton.
Setelah itu, berganti-gantian penggunaan benteng secara de facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Van De Burg hingga pemerintahan Gubernur Daendels.
Namun, mulai tahun 1811-1816, secara yuridis benteng milik keraton tersebut dikuasai oleh pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Raffles.
Pembangunan Benteng Vredeburg: Dalih Belanda Mengawasi Keraton
Sejak awal berdiri, kasultanan Yogyakarta mengalami kemajuan pesat dalam berbagai hal. Mendengar fakta ini, pihak Belanda pun khawatir.
Kemudian pihak Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat keraton. Benteng ini kelak disebut sebagai Benteng Vredeburg.
Awalnya, Belanda mengatakan bahwa pembangunan benteng memiliki tujuan agar Belanda dapat menjaga keamanan keraton dan sekitarnya.
Namun, di balik dalih tersebut, Belanda mempunyai maksud tersendiri yaitu untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam keraton.
Letak benteng Vredeburg yang hanya satu jarak tembak meriam dari keraton serta lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju keraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan, dan blokade.
Jadi bisa dikatakan bahwa benteng Vredeburg didirikan Belanda dengan tujuan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan berbalik menyerang Belanda dan berubah memusuhi Belanda.
Saksi Bisu Geger Sepehi hingga Perang Jawa
Seiring dengan berjalannya waktu, Benteng Vredeburg telah menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kota Yogyakarta.
Misalnya, pada masa penguasaan Inggris 1811-1816, benteng ini dikuasai oleh pemerintah Inggris di bawah penguasaan John Crawfurd atas perintah Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles.
Pada masa ini, terjadi peristiwa penyerangan serdadu Inggris dan kekuatan-kekuatan pribumi ke keraton Yogyakarta pada tanggal 18 sampai 20 Juni 1812. Peristiwa ini dikenal dengan Geger Sepoy atau Geger Sepehi.
Kemudian pada tahun 1825-1830, terjadi perang paling bersejarah di tanah Jawa yakni Perang Jawa atau biasa dikenal dengan Perang Diponegoro.
Pertempuran Perang Jawa melibatkan dua kubu yaitu pasukan Pangeran Diponegoro melawan pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Perang ini disebabkan oleh sikap pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat Kesultanan Yogyakarta, kegelisahan politik di dalam Keraton Yogyakarta, dan konflik internal di Keraton Yogyakarta.
Perang Diponegoro berakhir dengan menyerahnya Pangeran Diponegoro demi membebaskan pasukannya. Perang ini juga mengakibatkan wilayah Kasultanan Yogyakarta sisi barat jatuh ke tangan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Simak Video "Jubir soal Anies Terima Tongkat Pangeran Diponegoro: Tugas Kenegaraan "
[Gambas:Video 20detik]
(faz/nwk)
What's Your Reaction?