Makna Spiritual Hari Kiamat
Peristiwa hari kiamat juga dibahas secara komprehensif dari berbagai disiplin ilmu
PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal
Isu hari kiamat banyak diberitakan media akhir-akhir ini, terutama setelah muncul fenomena alam yang tidak biasa terjadi, seperti kemunculan suara-suara misteri dari langit di sejumlah kota dunia. Peristiwa dan kejadian aneh tersebut diasumsikan sebagai tanda-tanda kecil ('alamt shugra) datangnya hari kiamat.
Peristiwa hari kiamat juga dibahas secara komprehensif dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari ulama tafsir, fadis, dan para saintis. Berbagai pandangan tersebut mengesankan peristiwa kiamat terlalu bersifat fisik-material, peristiwa menakutkan, dan pada akhirnya menimbulkan kecemasan terhadap umat manusia. Mendengarkan berita kiamat saja perasaan orang seperti kiamat sedang terjadi. Tidak heran jika banyak doa yang beredar di dalam masyarakat memohon agar tidak sempat menyaksikan kejadian mengerikan tersebut.
Berbeda dengan kalangan para sufi, membayangkan peristiwa kiamat itu sebagai peristiwa biasa yang lumrah terjadi pada alam fana. Menurut mereka, kiamat tidak perlu ditakuti secara berlebihan, apalagi bagi mereka yang berada di makam atas (al-'alam al-'ulya), kiamat itu bisa berarti pintu surga. Bagi mereka, dalam keadaan apa pun, seperti kata Alquran, Fala khaufun 'alaihim wa la hum yahzanun (tidak pernah ada ketakutan dan kecemasan). (QS Yunus [10]: 62).
Wajar kalau orang-orang yang berada di makam alam bawah (al-'alam al-sufla) merasa takut karena selain kedahsyatan peristiwanya juga bisa sekaligus menjadi pintu neraka baginya. Dalam kondisi dan kejadian separti apa pun para kekasih Allah SWT tidak perlu takut. Sebaliknya, dalam kondisi apa pun wajar merasa takut jika menjauh dengan Tuhannya.
Dalam kondisi dan kejadian separti apa pun para kekasih Allah SWT tidak perlu takut.
PROF KH NASARUDDIN UMAR
Kalangan sufi memiliki pemaknaan tersendiri tentang peristiwa kiamat. Imam al-Gazali dalam kitab Ihya' Ulum al-Din dan Ibnu 'Arabi dalam Futuhat al-Makkiyyah, keduanya membahas konsep kiamat berbeda perspektifnya dengan konsep kiamat sebagaimana yang berkembang di dalam masyarakat.
Di dalam kitab Al-Tafsir Muhith al-A'dham, karya Sayid Haidar Amuli, kiamat dibagi dalam tiga bagian, yaitu kiamat kecil (al-qiyamah al-shugra), kiamat menengah (al-qiyamah al-wustha), dan kiamat besar (al-qiyamah al-kubra). Jenis-jenis kiamat ini tidak berkonotasi kehancuran fisik dan kehancuran alam ini lalu manusia akan bertransformasi ke alam lain, tetapi lebih kepada bencana kemanusiaan. (Jenis-jenis kiamat ini akan dibahas dalam artikel mendatang).
Berbeda dengan pemahaman ulama kontemporer yang membatasi tanda-tanda kiamat pada dua bagian, yaitu tanda-tanda kiamat kecil dan tanda-tanda kiamat besar. Di antara tanda-tanda tersebut merujuk kepada salah satu hadis Nabi, yaitu, munculnya Imam Mahdi yang akan menegakkan kembenaran, munculnya Dajal si tukang onar, bangkitnya kembali dan turunnya Nabi Isa AS, munculnya makhluk aneh Ya'juj dan Ma'juj, terbitnya matahari dari barat ke timur dengan segala akibatnya, tertutupnya pintu tobat, munculnya ab'abat al-Ard dari bumi dan akan memberi tanda bagi yang Muslim dan yang bukan, munculnya kabut selama 40 hari, selanjutnya akan mematikan semua orang beriman, terjadinya kebakaran dahsyat yang menyebabkan kerusakan alam, runtuhnya kiblat Muslim, tulisan isi Alquran lenyap yang diawali ditinggalkannya ajarannya, ditiupnya sangkala pertama yang membuat semua makhluk hidup merasa kaget ketakutan dan putus asa, ditiupkannya sangkakala kedua yang membuat semua makhluk hidup kembali.
Alquran dan hadis juga memiliki pandangan luas dan komprehensif tentang kiamat. Di antara ayat dan hadis yang becerita tetang hari kiamat. Di antaranya ialah ayat Alquran, “Telah dekat terjadinya hari kiamat. Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.” (QS an-Najm: 57-58).
Dalam ayat lain dikatakan, "Mereka menanyakan kepadamu tentang hari akhir, “Kapankah terjadinya?” Katakanlah, ”Sesungguhnya pengetahuan tentang itu ada pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat bagi yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah, ”Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Tuhan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS al-A’raaf :187).
Dalam kitab-kitab hadis juga ditemukan hadis-hadis tentang hari kiamat, meskipun, di antaranya, banyak tergolong hadis lemah (daif). Di antara hadis-hadis tersebut, "Barangsiapa yang sudah wafat maka berarti sudah kiamat baginya."
Dalam hadis lain dari Huzaifah bin Asid Al-Ghifari RA, ia berkata, “Datang kepada kami Rasulullah SAW dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu, beliau bersabda, 'Apa yang kamu perbincangkan?' Kami menjawab, 'Kami sedang berbincang tentang hari kiamat.' Lalu, Nabi SAW bersabda, 'Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kamu melihat sebelumnya 10 macam tanda-tandanya.' Kemudian, beliau menyebutkannya, 'Asap, Dajal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam alaihissalam, Ya’juj dan Ma’juj, tiga kali gempa bumi, sekali di timur, sekali di barat, dan yang ketiga di Semenanjung Arab. Yang akhir sekali adalah api yang keluar dari arah negeri Yaman yang akan menghalau manusia kepada Padang Mahsyar mereka.'" (HR Muslim).
Beberapa pernyataan ayat dan hadis tentang kiamat diberi makna lain oleh para ulama tasawuf. Yang jelas, mereka tidak pusing soal dekat atau jauhnya hari kiamat, tetapi bagaimana perjalanan anak manusia bisa sampai ke puncak sebelum kiamatnya datang. (Bersambung).
What's Your Reaction?