Melestarikan Songket Canduang, Kain Minangkabau yang Sempat Hilang Ditelan Zaman

Eksistensi songket ini sempat hilang ditelan zaman setelah puluhan tahun, kini songket canduang diupayakan untuk hidup kembali. Misi tersebut dilaksanakan melalui kegiatan yang bertajuk Program Revitalisasi Songket Canduang.

Melestarikan Songket Canduang, Kain Minangkabau yang Sempat Hilang Ditelan Zaman
Melestarikan Songket Canduang, Kain Minangkabau yang Sempat Hilang Ditelan Zaman Songket Canduang. Lisa Septri Melina

Merdeka.com - Songket Minangkabau ternyata tidak hanya songket silungkang, songket pandai sikek, songket koto gadang saja, akan tetapi juga ada songket canduang yang motifnya tidak kalah menarik dan cantik. Sesuai namanya, songket ini berasal dari Canduang Koto Laweh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Eksistensi songket ini sempat hilang ditelan zaman setelah puluhan tahun, kini songket canduang diupayakan untuk hidup kembali. Misi tersebut dilaksanakan melalui kegiatan yang bertajuk Program Revitalisasi Songket Canduang.

taboola mid article

Penggiat dan sekaligus peneliti songket canduang, Nanda Wirawan mengatakan, penelitiannya berawal dari tahun 2014. Saat itu, Nanda tengah membuat sebuah buku yang diterbitkan dengan Judul Menapak Jejak Songket Minangkabau.

Setelah pembuatan buku itu, Nanda bersama suaminya Iswandi dan dibantu teman-teman Studio Wastra Minangkabau yang berlokasi di Canduang melakukan penelitian lebih jauh lagi tentang songket canduang.

2 dari 4 halaman

Sentra Tenun

Nanda mengatakan, Canduang merupakan daerah sentra tenun di Minangkabau yang selama ini tidak ada bukti serta catatan sejarah tentang itu. Hilangnya cerita hingga sejarah songket canduang tidak terlepas dari letak daerahnya yang tidak dekat dengan pemerintahan.

Dia melanjutkan, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata sekitar tahun 1850-1870 berkemungkinan besar Canduang adalah salah satu penyuplai utama untuk benang tenun yang dicelup dengan pewarna alam untuk wilayah Sumatera Tengah.

Kala itu, Sumatera Tengah merupakan sebuah provinsi yang pernah tercatat sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau pada masa sekarang.

"Bukti-bukti yang kita temukan serta dibarengi dengan literatur yang ada kita menemukan bahwa Canduang dahulunya adalah sebuah kawasan sentra tenun yang termasuk paling berpengaruh di Sumatera Tengah pada tahun sekitar 1940-1950 silam tetapi belum pernah tercatatkan dalam peta sejarah tekstil di Indonesia," kata Nanda dikonfirmasi merdeka.com, Jumat, (9/6).

"Hasil penelitian kami juga menemukan bahwa canduang juga memiliki peran yang sangat besar dalam wastra Minangkabau," tuturnya.

3 dari 4 halaman

Berusia Puluhan Tahun

Nanda mengatakan, songket canduang yang ditemukannya sudah berusia puluhan tahun. Proses menemukan songket canduang berawal ketika bersama suaminya menyewa tanah di Canduang untuk membuka Studio Wastra Minangkabau yang dibantu oleh Balai Pelestarian Nilai dan Budaya.

"Setelah kita tinggal di sana ada seorang ibu yang bilang pada saya bahwa Ibu tersebut memiliki songket yang sudah berusia empat generasi. Sejak saat itu kami terus mengumpulkan bukti-bukti serta disesuaikan dengan literatur yang ada," tutur Nanda.

"Umur songket canduang yang paling tua kita temukan diperkirakan sudah berusia sekitar 150 tahun," kata Nanda yang sudah beraktivitas di Canduang sejak 2014 silam.

4 dari 4 halaman

Revitalisasi Songket Canduang

Nanda mengatakan, salah satu cara untuk menjaga agar songket canduang tetap eksis diwujudkan melalui kegiatan yang bertajuk Program Revitalisasi Songket Canduang, mulai dari pendataan dan revitalisasi motif songket pada Desember 2022 kemarin, hingga pameran mulai dari 15-19 Juni 2023 di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat.

Dia menambahkan, pameran ini adalah salah satu langkah untuk membangkitkan kembali songket canduang. Dalam pameran ini kita menghadirkan kain yang direvitalisasi.

Menurut dia, revitalisasi yang dilakukannya bukanlah mereplikasi songket, tetapi mencoba bagaimana kain tetap dipakai masyarakat saat ini dengan menyelamatkan motifnya.

"Revitalisasi dalam hal ini adalah bagaimana kain tradisi itu masih tetap dipertahankan dari sisi motifnya, tetapi bisa untuk memperluas pemakaiannya. Yang paling penting itu adalah mempertahankan motifnya," tutur dia.

"Sejauh ini kita telah berhasil membuat 11 kain yang dihasilkan dari proses revitalisasi dalam kurun waktu 4 bulan," lanjut dia.

Dia menuturkan, pameran ini juga bertujian untuk memberikan edukasi kepada publik tentang bagaimana proses pembuatan songket itu sendiri. "Motif songket canduang ada sekitar 20 motif," jelasnya.

Oleh karena itu, melalui pameran tersebut diharapkan masyarakat minang mengetahui bahwa memiliki tenun indah, tidak hanya ecara visual tetapi kental akan pesan moral. [gil]

Baca juga:
Terus Regenerasi, Anak Muda Tapanuli Selatan Semangat Jadi Penenun Kain Ulos
Kerancang Bukittinggi, Kerajinan Bordir Bernilai Tinggi Khas Sumatra Barat
Mengenal Motif Batik Kelengan dari Pekalongan, Dipengaruhi Budaya Peranakan Tionghoa
Mengunjungi Pameran Kain Tenun di Museum Tekstil
Melihat Proses Pembuatan Kain dari Daun Nanas di Subang, Diekspor Sampai Malaysia
Jenis Kain Satin Berdasarkan Fungsinya, Ketahui Perbedaan Harganya
Mengenal Tenun Troso, Kain Unik Khas Jepara Masih Dibuat dengan Cara Tradisional

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow