Merajut Mimpi Indonesia yang Majemuk
Dengan pendekatan genealogi, buku ini mengungkapkan peristiwa-peristiwa penting terkait perjumpaan SJ Provindo dengan kaum Muslim di Indonesia. Melalui berbagai karya sosial di seluruh golongan dan lapisan masyarakat.
Buku ini berisi narasi dan refleksi karya kerasulan Serikat Yesus Provinsi Indonesia atau SJ Provindo selama 50 tahun. Hadir di Indonesia, dihitung sejak tahun 1971 sebagai ”provinsi mandiri”, sepotong dari usia SJ Universal hampir lima abad.
Dengan pendekatan genealogi, diungkapkan peristiwa-peristiwa penting yang terkait perjumpaan SJ Provindo dengan kaum Muslim di Indonesia. Bahan didasarkan atas karya-karya literer yang melibatkan sejumlah pribadi Yesuit, arsip dan dokumen tertulis yang relevan, serta wawancara dengan sejumlah pelaku dan saksi sejarah, baik dari SJ maupun non-SJ.
Karena ditulis oleh para pastor anggota sendiri, di bawah koordinasi anggota SJ yang punya otoritas keilmuan tentang Islamologi (Dr JB Heru Prakosa), tujuan pemahaman diri secara baru, narasi dan refleksi ini memiliki bobot kredibilitas, pun sikap otokritik. Dalam konteks perjumpaan SJ Provindo dan kaum Muslim di Indonesia, data terakhir 87 persen penduduk Indonesia menganut Islam, karya kerasulan SJ Provindo merupakan kontribusi besar ikut merajut mimpi Indonesia merdeka yang majemuk.
Dalam konteks historis, kehadiran Islam dan ordo yang didirikan Ignatius Loyola lima abad silam di Spanyol itu, dan ditutup pertanyaan kritis quo vadis (kamu akan ke mana?) SJ Provindo, tubuh buku adalah narasi sekaligus refleksi atas karya yang dimulai sejak kehadiran Romo Frans van Lith di Muntilan tahun 1902 sampai 2021 (sekarang).
Van Lith, seorang Belanda tetapi hatinya adalah seorang Indonesia yang terjajah dan mendambakan kemerdekaan bagi rakyat dari penjajahan Belanda. Nasionalisme kebangsaan dan kemerdekaan diteruskan kepada para muridnya di Muntilan. Dalam kesimpulan, ketiga penulisnya melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis. Di antaranya, bagaimana SJ Provindo harus bersikap seandainya pimpinan negara Indonesia membangun kebijakan yang berlainan dari apa yang sudah diupayakan Presiden Joko Widodo (hlm 269).
Dengan pendekatan genealogi, diungkapkan peristiwa-peristiwa penting yang terkait perjumpaan SJ Provindo dengan kaum Muslim di Indonesia.
Tiga kategori
Tidak terjebak dalam deskripsi antropologis Clifford Geertz tentang akulturasi, diuraikan dinamika perjumpaan SJ Provindo dan Muslim di Indonesia. Dinamika terjadi secara tidak linier historis, tidak juga berurutan dan berlaku umum (tetap menyertakan peristiwa-peristiwa friktif tidak bersahabat), terpeta dalam tiga kategori: semangat mau berjalan sendiri ”kami di sini dan kamu di sana”; semangat mau berjalan bersama dengan pendekatan tekstual dalam relasi yang lebih bersifat sepihak; dan pendekatan kontekstual dengan semangat mau belajar. Tiga kategori ini merupakan upaya mengidentifikasi realitas dinamika sekaligus diakui bukan sebagai ”model” pendekatan satu-satunya (hlm 257).
Dinamika terjadi karena faktor internal dan eksternal Yesuit Provindo. Faktor internal, sebab di saat melakukan karya sosial, mereka aktif melakukan refleksi, mencari cara praksis disertai dasar-dasar teologis dari kedalaman hidup spiritualitas Ignatian (diskresi, ketaatan, menemukan Allah dalam segala, cara bertindak dan proses formasi – L A Sardi, SJ dalam Kata Pengantar buku James Martin, SJ, Spiritualitas Jesuit dalam Keseharian, (terjemahan. 2010) dan Latihan Rohani (hlm 34-37) yang menampilkan seorang peziarah yang menemukan Allah dalam segala hal dan berjuang untuk menemukan kehendakNya dalam hidup keseharian (hlm 41). Meskipun karya Yesuit sebagai akademisi ataupun praktisi dipengaruhi orientalisme (ke timur) di zaman penjajahan Belanda, tetapi mereka tidak menyebutkannya secara eksplisit.
Seorang Romo Van Lith bukan seorang orientalis sehingga berdasarkan banyak sumber sulit dikatakan sebagai tokoh yang mencoba melawan Islam (hlm 61). Semangat misionarisme yang mereka bawa berbeda dengan orientalisme (hlm 67). Dengan semangat misionarisme itu, Romo Zoetmulder mempelajari budaya Jawa dan bahasa Jawa dengan dua mahakarya sebagai warisan besar bagi Indonesia (hlm 67-69), yang kemudian diteruskan oleh Romo I Kuntara Wiryamartana.
Di bawah payung karya sebagai akademisi ataupun praktisi, meluas tidak hanya dengan Muslim, tetapi juga semua tradisi keagamaan di Indonesia yang majemuk.
Dalam kategori kedua, semangat mau berjalan bersama dengan Islam, tersebut nama Romo Jan Bakker selain sejumlah Yesuit lain menempuh jalan akademis serupa. Romo Jan Bakker mereka sebut sebagai tokoh besar bagian dari armchair exercise secara tekstual. Dengan ketekunan luar biasa, seperti Romo Zoetmulder, dengan latar belakang ilmu-ilmu lain yang dia pelajari terutama humaniora, filsafat, dan teologi, ”perangkulan” pun menjadi luas sebab terbangun dalam bingkai kajian-kajian non-Muslim (hlm 99).
Pendekatan dengan semangat mau saling belajar yang kemudian dikembangkan dengan prinsip dialog dan misi adalah dua sisi dari satu keping mata uang yang sama, ditegaskan secara magisterial-teologis lewat Deklarasi Nostra Aetate (Zaman Kita) dokumen pertama Gereja Katolik tentang hubungan Gereja dan agama-agama lain (tahun 1964), Dokumen Abu Dhabi tahun 2019 dan Ensiklik Fratelli Tutti (Saudara Sekalian, 2020), tindak lanjut Dokumen Abu Dhabi, sekaligus ketiganya sebagai peneguhan Surat Gembala Paskah dan Nota Pastoral KWI tahun 2001.
Dalam kategori yang ketiga ini, disampaikan sejumlah upaya praktis dalam berbagai karya yang kemudian dikenal dan menonjol dalam masyarakat secara terencana dan terorganisasi rapi. Di bawah payung karya sebagai akademisi ataupun praktisi, meluas tidak hanya dengan Muslim, tetapi juga semua tradisi keagamaan di Indonesia yang majemuk. Lembaga-lembaga pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang ditangani langsung menonjol dalam masyarakat, penerbitan, dan karya-karya sosial lain menonjol disemangati spiritualitas Ignatian dan Latihan Rohani yang mereka hidupi. Semua karya sosial SJ Provindo, para imam dan brudernya, terselenggara dalam semangat contemplatio in actione dan contemplatio ad Amorem (kontemplasi dalam karya dan kontemplasi demi Cinta Kasih).
Paparan lengkap dan terjabar dari sejumlah karya mereka, rupanya terlewat di antaranya nama Romo AM Kadarman sebagai perintis pendidikan manajemen di Indonesia, nama Romo GP Sindhunata yang mengembangkan kerasulan media, meneruskan penanganan majalah Basis warisan Romo Dick Hartoko serta merintis berdirinya Omah Petruk di Kaliurang, dan Kursus Pertanian Taman Tani di Salatiga.
Ditempatkan dalam konteks kebangsaan dan keindonesiaan, karya SJ Provindo merupakan kontribusi kesertaan merajut pengembangan Indonesia dan mengimplementasi mimpi Indonesia merdeka.
Ditempatkan dalam konteks kebangsaan dan keindonesiaan, karya SJ Provindo merupakan kontribusi kesertaan merajut pengembangan Indonesia dan mengimplementasi mimpi Indonesia merdeka. Karya sosial mereka tidak sekadar karya misioner, tetapi juga membangun kebersamaan secara inklusif. Karena itu, buku yang diberi pengantar Prof Syafaatun Almirzanah, PhD dari UIN Sunan Kalijaga, pribadi yang bertahun-tahun berkenalan dengan SJ Universal ataupun SJ Provindo, menegaskan bahwa sebenarnya ”Islam telah bersarang atau tertanam sebagai bagian dari DNA Yesuit” (hlm 14). Maksudnya, SJ sudah menunjukkan ketertarikan yang konsisten dan terus pada dunia Islam.
Penegasan Syafaatun dijabarkan oleh ketiga penulisnya dalam Bab 2 tentang perjumpaan Ignatius Loyola (masih bernama Inigo) dengan orang Moor yang Islam. Terjadi perdebatan teologis keduanya, sambil menunggang kuda, tentang keperawanan Maria, ibu Yesus. Ketika mereka berpisah di simpang jalan, Inigo berencana kalau keledainya mengikuti arah yang sama dia akan bunuh orang Moor itu. Namun, dia biarkan keledainya mengambil arah berlawanan dan Inigo tidak membunuhnya (hlm 30-31). Kisah menarik, nyaris sebagai anekdot ini, dikutip ketiga penulisnya dari otobiografi yang ditulis John C Olin dan Joseph F O’Callagan, 1974. Di kemudian hari, kasus ini dikenal sebagai ”diskresi keledai”.
Kisah ”diskresi keledai” itu tidak hanya menengarai dinamika kehadiran SJ Provindo bersentuhan dengan kaum Muslim, tetapi juga realitas kemajemukan Indonesia. Karya sosialnya tidak ditujukan ke salah satu golongan, tetapi juga ke seluruh golongan dan lapisan masyarakat. Subjudul buku hanya menegaskan, buku ini sebatas pengalaman dan refleksi karya sosial Yesuit Provindo di tengah kaum Muslim di Indonesia.
St Sularto , Wartawan Senior
Info Buku
Judul Buku : Yesuit dan Muslim: Dinamika Kehadiran Yesuit di Tengah Kaum Muslim di Indonesia
Penulis: Antonius Siwi Dharma Jati, SJ, dkk.
Pengantar: Prof Syafaatun Almirzanah, PhD, D. Min
Penerbit: PT Kanisius
Tahun Terbit: Cetakan I, 2022
Tebal: 290 halaman
ISBN: 978-979-21-7193-8
What's Your Reaction?