Pemerintah Akui Peristiwa 1965 sebagai Pelanggaran HAM Berat, Soe Tjen Marching: Terlambat bagi Eksil Politik 1965
Meski pemerintah Indonesia telah mengakui Peristiwa 1965 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu, eksil Indonesia di luar negeri belum sepenuhnya bebas.
TEMPO.CO, Jakarta - Penulis buku Yang Tak Kunjung Padam Narasi Eksil Politik Indonesia di Jermen, Soe Tjen Marching, mengatakan eksil politik Indonesia yang tidak dapat pulang kembali ke Indonesia pasca-1965 belum dapat dikatakan sepenuhnya bebas.
"Eksil politik sangat menderita sampai sekarang karena ketakutan mereka sangat luas. Mereka hidup di luar negeri dan masih harus pikirkan kerabat di Indonesia," kata Soe Tjen dalam acara bedah buku di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa, 11 APril 2023.
Meskipun pemerintah Indonesia telah mengakui peristiwa 1965 sebagai pelanggaran HAM berat, kata dia, hal itu tak cukup untuk memulihkan kondisi para eksil. Soe Tjen menyebut para eksil hidup dalam ketakutan berlapis sejak masa Orde Baru.
Ketakutan para eksil, lanjut dia, merupakan sejarah panjang yang dimulai sejak masa Orde Baru. "Kalau ada mahasiswa datang, kedutaan besar selalu mengimbau para mahasiswa tersebut agar tidak berkumpul dengan para eksil, karena mereka dianggap anggota PKI," katanya.
Nisbi pengakuan Jokowi
Soe Tjen mengatakan pengakuan pemerintah Indonesia yang diungkapkan Presiden Joko Widodo mendapat respons yang beragam di kalangan para eksil. "Ada yang menyambut baik, tetapi banyak juga yang kecewa," ujar dosen dalam bidang bahasa dan kebudayaan di SOAS University of London itu.
Menurut dia, kekecewaan para eksil disebabkan pengabaian pemerintah terhadap keinginan mereka untuk pulang ke Indonesia dan mendapatkan kewarganegaraan kembali. "Dari dulu banyak yang ingin kembali ke Indonesia dan ingin kewarganegaraannya dikembalikan, tetapi tidak digubris."
Dia menilai pengakuan pemerintah terlambat karena para eksil sudah tua. "Mereka sudah tua, kalau mau kembali ya gimana," kata Soe Tjen. Selain itu, kata dia, pengakuan tersebut tidak menunjuk secara eksplisit siapa yang menjadi pelaku dan korban dalam peristiwa tersebut.
Meskipun begitu, Soe Tjen mengatakan kecintaan para eksil tidak pernah padam. Bahkan ada eksil yang kembali ke Indonesia tetapi kemudian tetap mendapatkan stigma sebagai anggota PKI. "Mereka selalu ingin diakui kembali sebagai warga negara Indonesia," ujarnya.
Soe Tjen menegaskan para eksil menginginkan sejarah ditulis sebagaimana adanya. "Yang pasti mereka ingin ada pelurusan sejarah, pengakuan dan permintaan maaf, kemudian pengembalian kewarganegaraan meski itu terlambat," pungkasnya.
Pilihan Editor: Jokowi Akan Jamin Seluruh Hak Eksil 1965 di Eropa Timur Sebagai WNI
What's Your Reaction?