Peristiwa 14 Maret: Pangeran Antasari Pimpin Perang Banjar Melawan Kolonial Belanda
Pangeran Antasari adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Tokoh asal Kalimantan Selatan ini berperan dalam perang Banjar melawan Belanda. Berkat jasanya melawan kolonial Belanda, ia dikenang sebagai sosok yang cerdas dan pemberani.
Merdeka.com - Pangeran Antasari adalah salah seorang Pahlawan Nasional yang memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Tokoh asal Kalimantan Selatan ini berperan dalam Perang Banjar melawan Belanda. Berkat jasanya melawan kolonial Belanda, ia dikenang sebagai sosok yang cerdas dan pemberani.
Melansir dari direktoratk2krs.kemsos.go.id, Pangeran Antasari lahir pada 1809 di Kayu Tinggi, Kesultanan Banjar. Atas perjuangannya, Pangeran Antasari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui SK No. 06/TK/1968.
Tepat hari ini, 14 Maret pada 1862, rakyat Banjar dan Dayak menabalkan Pangeran Antasari sebagai Sultan Banjar. Selain itu, ia juga memimpin Perang Banjar dalam melawan kolonial Belanda. Berikut sepak terjang Pangeran Antasari dalam Perang Banjar yang merdeka.com lansir dari direktoratk2krs.kemsos.go.id dan sumber lainnya:
2 dari 3 halaman
Latar Belakang Perang Banjar
Berbicara tentang Pangeran Antasari tentu tidak akan pernah lepas dari Perang Banjar. Perang ini tercatat dalam sejarah gerakan terhadap kolonial Belanda yang terjadi antara tahun 1859-1905. Dalam perang ini, Pangeran Antasari muncul sebagai tokoh utama dalam memimpin perang melawan penjajah Belanda ini.
Perang Banjar atau disebut juga Perang Barito adalah peperangan yang terjadi di wilayah Kesultanan Banjar. Dulunya, wilayah ini meliputi Kalimantan dan sebagian Kalimantan Tengah. Selain Pangeran Antasari, adapun beberapa tokoh yang terlibat adalah Panembahan Muning dan Pangeran Hidayatullah.
Latar belakang adanya perang ini berawal ketika pemimpin Kesultanan Banjar meneken perjanjian dengan Belanda. Isi dari perjanjian tersebut adalah penyerahan wilayah Kesultanan Banjar, yakni Sintang, Dayak, Tanah Laut, Mundawai, Bakumpai, Kotawaringin, Lawai, Pasir Kutai, Pigatan, dan Beran kepada Belanda.
Wilayah yang semakin sempit ini, berpengaruh terhadap masalah kehidupan sosial ekonomi Kesultanan Banjar. Selain itu, kematian mendadak putra mahkota, Abdul Rakhman pada 1852, semakin membuat masalah kian mengerucut dan runyam.
Sementara itu, sepeninggalan Sultan Adam pada 1857, ada beberapa kandidat penerus takhta Kesultanan Banjar, yaitu Pangeran Tamjidillah II, Pangeran Anom, dan Pangeran Hidayatullah II. Saat itu, Pangeran Anom didukung sebagai Mangkubumi, Pangeran Hidayatullah dijagokan Sultan Adam, sementara Tamjidillah II mendapat dukungan dari Belanda.
Pada saat itu, Residen E.F Graaf von Bentheim Teklenburg atas nama Belanda secara sepihak mengangkat atau menobatkan Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar di Martapura pada 3 November 1857. Tak ayal, pengangkatan secara sepihak ini menimbulkan protes di istana. Pasalnya, banyak pihak yang menganggap bahwa yang paling pantas menjadi sultan adalah Pangeran Hidayatullah II.
3 dari 3 halaman
Penyebab Perang Banjar
©2012 Merdeka.com
Akibat penobatan Sultan Tamjidillah oleh pihak Belanda yang dianggap sepihak tersebut, menimbulkan protes keras di mana-mana. Adapun dari wilayah pedalaman Kalimantan, protes ini diinisiasi oleh Panembahan Muning atau Aling. Panembahan Muning mendapat petunjuk bahwa yang berhak memimpin Kesultanan Banjar adalah Pangeran Antasari, sepupu Pangeran Hidayatullah.
Gerakan yang dipimpin oleh Aling ini dikenal dengan nama Gerakan Datu Muning. Singkatnya, Aling mengundang Pangeran Antasari datang ke Kembayau. Hal ini yang kemudian membuat Pangeran Antasari mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.
Setelah itu, pada 25 April 1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang kawasan tambang batu bara di Pengaron. Penyerangan ini berhasil membakar tambang dan permukiman kolonial Belanda. Bahkan, mereka juga menyerbu perkebunan milik Belanda di Kalangan, Gunung Jabok, dan Bangkal.
Hal ini yang kemudian memicu terjadinya Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari. Akibat kekcauan selama Perang Banjar, akhirnya pihak Belanda meminta agar Sultan Tamjidillah II untuk meletakkan takhtanya. Tepat pada 25 Juni 1859, Sultan Tamjidillah resmi mengundurkan diri, lalu Pangeran Hidayatullah II dinobatkan sebagai Sultan Banjar pada September 1859.
Rakyat Banjar Menobatkan Pengeran Antasari Sebagai Sultan Banjar
Saat terjadi Perang Banjar, pihak Belanda mengerahkan seluruh pasukannya untuk memadamkan perlawanan. Sampai akhirnya, pada 28 Februari 1862, Belanda menangkap Pangeran Hidayatullah. Sepeninggal Pangeran Hidayatullah II, rakyat Banjar dan Dayak menabalkan Pengeran Antasari sebagai Sultan Banjar pada Maret 1862.
Saat menjadi Sultan Banjar, Pangeran Antasari terus melanjutkan perjuangannya melawan Belanda. Di tengah perlawanan tersebut, Pangeran Antasari jatuh sakit terserang penyakit cacar dan paru-paru hingga akhirnya wafat pada 1862.
Kendati telah pergi, tetapi perjuangan Pangeran Antasari tersebut dilanjutkan oleh puteranya. Berkat perlawanannya terhadap kolonial Belanda, Pangeran Antasari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh Pemerintah Indonesia melalui SK No. 06/TK/1968.
[jen]What's Your Reaction?