Peristiwa 4 Desember 1884: Lahirnya Raden Dewi Sartika Sang Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan
Kecintaan Raden Dewi Sartika terhadap dunia pendidikan sudah terlihat sejak masih duduk di bangku sekolah.
Pada 1908 atau saat usia Dewi menginjak 22 tahun, ia menikah dengan Raden Kanduran Agah Suriawinata. Suaminya adalah seorang guru sekolah Karangpamulangan.
Pernikahannya dengan seorang guru pun memungkinkan Dewi Sartika mengembangkan sekolahnya. Mereka akhirnya berjuang bersama-sama dalam memajukan pendidikan, terutama bagi perempuan.
Pada 1910, Sakola Isteri berganti nama menjadi Sakola Keutamaan Isteri. Mata pelajaran yang diajarkan pun semakin bertambah, yakni memasak, menyeterika, mencuci, dan membatik.
Sayangnya, hal ini justru menimbulkan keprihatinan baru bagi Dewi dan suaminya karena dengan bertambahnya mata pelajaran, maka biaya sekolah pun ikut meningkat. Pemerintah kemudian memberikan subsidi kepada Sakola Keutamaan Isteri.
Pada 1911, Sakola Keutamaan Isteri diperluas dan dibagi atas dua bagian pengantar, yakni menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya serta menggunakan bahasa Belanda dan bahasa Melayu (bahasa Indonesia) sebagai pengantar. Hal ini cukup menarik perhatian beberapa perempuan di wilayah lainnya di Jawa Barat. Bahkan, perkembangan tersebut juga berhasil menarik perhatian Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Memasuki Perang Dunia I, kesulitan baru dimulai. Harga-harga naik, termasuk harga barang untuk keperluan sekolah. Namun, Dewi dan suaminya berhasil mengatasi kesulitan tersebut.
Pada 1929, Sakola Keutamaan Isteri berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Saat ini, sekolah tersebut dikenal dengan nama SD dan SMP Dewi Sartika.
Pada 1939, suami Dewi Sartika meninggal dunia. Meski sendirian, Dewi Sartika tak putus asa hingga mendapat penghargaan dari pemerintah karena jasa-jasanya di bidang pendidikan pada 1940.
Pukulan hebat kembali terjadi pada Perang Dunia II dan berlanjut pada pergantian pemerintahan Indonesia pada 1942. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, keadaan Sekolah Raden Dewi menghadapi kesulitan besar, terutama karena kota Bandung dilanda kekacauan dengan hadirnya pasukan Inggris dan Belanda.
Dewi Sartika terpaksa mengungsi ke Ciparay kemudian ke Garut. Sekolah yang dibangunnya pun terpaksa ditinggalkan.
What's Your Reaction?