Polda Metro Jaya Hadirkan Saksi nonpolisi dalam Sidang Etik Kasus Pemerasan Penonton DWP 2024
Saksi nonpolisi yang dihadirkan dalam sidang etik diduga terlibat dalam kasus pemerasan penonton DWP 2024.
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah saksi non polisi yang diduga terlibat kasus pemerasan terhadap penonton konser Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 dihadirkan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Polda Metro Jaya hari ini, Jumat, 10 Januari 2025.
“Salah satu (saksi) yang paling dominan adalah yang nonanggota polisi,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada wartawan di kawasan Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Ia menyatakan para saksi diperiksa terkait dengan kontribusi mereka dalam aksi pemerasan itu. Anam meyakini para saksi yang dihadirkan memiliki andil dalam peristiwa itu.
Anam menuturkan meskipun digelar di Polda Metro Jaya, mekanisme sidang etik berlangsung sama seperti di Mabes Polri. Akan tetapi, sidang yang dilaksanakan hari ini cenderung melakukan pemeriksaan terhadap rangkaian peristiwa kejadian pemerasan.
Sebelumnya, kata dia, sidang etik yang berlangsung di Mabes Polri cenderung menguji struktur peristiwa. Misalnya, mencari orang yang bertanggung jawab dan perencanaan pemerasan.
Selama sidang berlangsung, KKEP melakukan pengecekan terhadap orang-orang yang terlibat, bagaimana mereka melancarkan aksi, dan melacak pelaku dari luar kepolisian yang ikut serta pemerasan itu.
Sebanyak empat anggota polisi berinisial W, AS, RH, dan RS menjalani sidang etik karena terlibat dalam kasus pemerasan penonton DWP 2024. Sidang etik digelar oleh unit Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara atau Propam Polda Metro Jaya.
“Hari ini ada empat terduga pelanggar dengan satu jabatan juga penting,” kata Anam.
Adapun W merupakan Panit 1 Unit Binmas Polsek Kemayoran sedangkan AS sebagai personel polisi Kanit 3 Sat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat. Sementara itu RH merupakan polisi berpangkat AKP dan RS adalah seorang Bripka.
Soal peran, Anam menyatakan empat anggota itu memiliki tugas masing-masing. Anam pun memastikan keempatnya bukanlah eksekutor. Ia juga tidak menjelaskan motif dari tindakan pemerasan lantaran polisi masih menelusuri peristiwa ini.
Anam pun berharap para pelanggar yang terbukti bersalah dapat dijerat hukuman pidana. “Peristiwa ini bau pidananya sangat kuat,” tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Inspektur Jenderal Abdul Karim, mengatakan pemerasan ini terjadi saat festival musik DWP 2024 yang digelar di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 13-15 Desember lalu.
Karim menyatakan terdapat 18 anggota Polri yang terdiri atas personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran terbukti melanggar kode etik. Dari hasil penyelidikan, Propam Polri menyita barang bukti berupa uang tebusan sebanyak Rp2,5 miliar.
Pemerasan ini dilakukan dengan cara tes urine secara acak kepada para penonton DWP 2024. Polisi pada saat itu mengancam akan menahan mereka, apabila tidak membayar uang tebusan. Baik yang hasilnya positif mengkonsumsi narkoba ataupun tidak. Menurut Abdul Karim, nominal uang tebusan tersebut berbeda-beda.
"Total ada 45 warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan dengan nilai barang bukti yang diamankan Rp2,5 miliar," ucapnya di Gedung Mabes Polri, Selasa, 24 Desember 2024.
What's Your Reaction?