Renungan Paskah: Mengingat yang Menderita
Meski demikian, ada satu hal yang pasti dalam perayaan Paskah: dalam peringatan akan kebangkitan Kristus, kita yakin bahwa Tuhan juga mengingat kita. Selamat Paskah.
Pada Hari Paskah, umat Kristen merayakan ingatan akan hari ketika Kristus mengalahkan kematian setelah Dia memberi diri-Nya sendiri untuk penebusan dosa. Pengenangan akan peristiwa kebangkitan adalah hal penting untuk rekonsiliasi antara manusia dan Allah. Dengan kata lain, anamnesis ’mengingat’ memainkan peran penting untuk masa depan manusia.
Anamnesis memiliki akar kata yang dekat dengan amnesia ’lupa/melupakan’. Dalam mengingat suatu hal, tindak melupakan kerap berjalan beriringan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa masa lalu harus dilupakan untuk bisa maju ke masa depan, tetapi mengingat masa depan justru menuntut mengingat masa lalu.
Mengingat sebuah peristiwa yang menjadi puncak kemenangan Kristus akan maut tentu memberikan harapan. Bukan hanya kemenangan yang perlu diingat, melainkan juga peristiwa salib, memoria passionis, yang ada sebelum kebangkitan, memoria resurrectionis. Godaan untuk melupakan selalu ada ketika berurusan dengan masa lalu yang menyakitkan.
Pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat di berbagai peristiwa dan menyebutkan 12 peristiwa dalam kurun 1965-2003. Tentu ini langkah baik setelah sekian lama banyak korban yang mencari pengakuan bahwa pelanggaran memang terjadi. Pengakuan adalah sebuah langkah awal dalam mengingat karena mengaku berarti menerima bahwa ingatan akan peristiwa masa lalu memang terjadi. Selanjutnya, proses pemulihan bisa digulirkan.
Agama Kristen, seperti banyak agama lain, didasarkan pada panggilan untuk mengingat. Anamnesis memiliki makna lebih kuat daripada pemahaman psikologis mengenai ingatan. Dalam anamnesis, umat tidak hanya mengingat kembali suatu peristiwa masa lalu, tetapi juga dipanggil untuk menghidupi dan mengalami ajaran Yesus serta membuatnya aktual dengan konteks saat ini.
Ada pemahaman aktif dalam anamnesis, terutama dalam ekaristi. Perjamuan Terakhir adalah peristiwa unik yang dilembagakan oleh Yesus sendiri untuk mengingat-Nya. Ekaristi bukanlah tradisi baru yang Yesus ciptakan karena itu merupakan kelanjutan dan pembaruan ingatan dalam perjamuan Paskah umat Israel.
Baca juga: Prosesi Jumat Agung hingga Malam di Larantuka
Makna pembebasan umat Allah dari perbudakan di Mesir dibawa ke masa kini melalui tindakan penebusan Allah dalam Kristus, yang membuat masa depan bisa dijalani dengan harapan. Peristiwa masa lalu harus diingat demi masa depan.
Tak boleh lupa
Umat Kristen tidak boleh lupa ingatan bahwa mereka adalah umat Allah, dalam perayaan ekaristi. Ini adalah dasar panggilan untuk mengingat dalam tradisi Kristen. Johann Baptist Metz, seorang teolog Katolik Jerman dari abad ke-20, mengingatkan bahwa tindakan mengingat dalam ekaristi juga untuk mengingat penderitaan.
Gereja sebagai komunitas orang percaya tidak bisa mengecualikan suara penderitaan dari konteksnya. Suara-suara penderitaan mengingatkan umat akan penderitaan Yesus Kristus di kayu salib. Memori akan penderitaan yang lain membawa implikasi bahwa gereja diharapkan bertindak sebagai komunitas yang mengingat penderitaan yang lain.
Tema Paskah PGI 2023 ”Ia Mendahului Kamu ke Galilea; Jangan Takut!” dibuat dalam kesadaran bahwa kabar kebangkitan yang membawa harapan diberitakan dari pinggiran, sebuah kota yang jauh dari Jerusalem.
Baca juga: Perayaan Trihari Suci Sudah Normal Kembali
Bersaksi yang dimulai dari pinggiran mengindikasikan pengakuan akan penderitaan: resesi ekonomi global, perang di berbagai tempat, termasuk suhu politik bangsa Indonesia yang akan meningkat menuju Pemilihan Umum 2024. Meski demikian, Paskah mengingatkan bahwa Kristus sudah mendahului umat dan akan mendampingi umat dalam berbagai tantangan.
Paskah merupakan peringatan ketika gereja diajak mendengarkan dan mengingat suara mereka yang telah menderita. Dalam konteks Indonesia, tempat banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi, mengingat yang menderita adalah tanggung jawab umat.
Berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia yang belum tuntas diselesaikan diingat untuk merangkul mereka yang terpinggirkan. Tujuan tindakan mengingat adalah pendamaian dan inilah alasan mengapa teologi ingatan dibutuhkan di negara yang punya banyak pelupa, seperti Indonesia.
Seperti perayaan ekaristi, tindakan mengingat dilakukan dalam komunitas. Dengan mengingat bahwa gereja akan menyadari memoria passionis dalam konteksnya sendiri, gereja menerima ingatan yang terluka, lalu membawanya menjadi ingatan kolektif. Akhirnya ingatan penderitaan melahirkan memori sosial baru yang melihat luka dalam terang harapan dari ingatan kebangkitan.
Dengan mengakui masa lalu, umat juga memiliki kesempatan masuk dalam rekonsiliasi penyembuhan dalam pengetahuan bahwa Allah juga mengingat.
Transformasi memori
Transformasi memori negatif ke dalam memori positif dapat dialami dan dirayakan dalam liturgi ekaristi: korban dan pelaku diundang untuk berbagi kenangan mereka, bersama- sama dalam komunitas orang- orang percaya.
Unsur kebersamaan komunal dalam liturgi ekaristi membuat semua pihak mengingat dan dapat menyampaikan memori yang menyakitkan tersebut kepada Allah. Ketika benar-benar tahu bahwa Tuhan mengingat, memori personal menjadi memori yang diingat oleh komunitas Allah di hadapan Allah yang mengingat.
Allah bukan hanya mengingat, Dia juga sudah pergi lebih dulu kepada mereka yang ada di pinggiran, simbol yang ditunjukkan oleh Kota Galilea. Setelah ingatan disampaikan, memori yang menyakitkan akan tercatat dengan perasaan baru; bukan lagi dengan trauma, melainkan dengan harapan.
Meski demikian, ada satu hal yang pasti dalam perayaan Paskah: dalam peringatan akan kebangkitan Kristus, kita yakin bahwa Tuhan juga mengingat kita. Dengan mengingat kebangkitan Kristus, kita juga mengingatkan-Nya bahwa kita menanti-Nya untuk datang kembali. Selamat Paskah!
Binsar Jonathan Pakpahan adalah Pengajar STFT Jakarta dan Pendeta HKBP
What's Your Reaction?