Sejarah Hari ini : Peristiwa 17 Oktober 1952, Demonstrasi TNI AD dan Rakyat di Depan Istana Merdeka Demi Perubahan Politik
Pada hari ini, tepatnya 71 tahun yang lalu, pada tanggal 17 Oktober 1952, terjadi suatu peristiwa penting yang melibatkan sejumlah perwira...
POJOK (iPOLICENews) – Pada hari ini, tepatnya 71 tahun yang lalu, pada tanggal 17 Oktober 1952, terjadi suatu peristiwa penting yang melibatkan sejumlah perwira TNI AD yang dipimpin oleh Kolonel Abdul Haris (AH) Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Mereka melakukan demonstrasi di depan Istana Merdeka di Jakarta bersama dengan rakyat.
Peristiwa tersebut melibatkan tank, meriam, dan persenjataan artileri yang diarahkan ke arah Istana Merdeka, namun perlu dicatat bahwa ini bukanlah tindakan perlawanan, melainkan merupakan tuntutan kepada Presiden Soekarno agar memenuhi permintaan mereka.
Peristiwa ini berakar dari penundaan pemilihan umum (pemilu), yang dilihat sebagai strategi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) untuk mempertahankan posisinya di tengah situasi politik yang tidak stabil saat itu. Situasi semakin memburuk akibat adanya pejabat yang terlibat dalam tindak pidana korupsi dan tindakan merugikan negara.
Beberapa anggota militer juga terlibat dalam kegiatan politik, yang menimbulkan keprihatinan KSAD Kolonel AH Nasution dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen TB Simatupang yang ingin mengembalikan peran tentara sesuai dengan fungsinya.
Namun, Kolonel Bambang Supeno tidak setuju dengan pendapat AH Nasution, dan bahkan menganggap kinerja AH Nasution tidak memadai. Supeno akhirnya mengirim surat kepada parlemen untuk menyuarakan ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan AH Nasution. Hal ini mengakibatkan perpecahan internal di militer, dengan DPRS ikut campur dalam masalah tersebut.
DPRS kemudian mengeluarkan beberapa mosi untuk mengatasi masalah internal ini, yang akhirnya menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai intervensi yang berlebihan dalam urusan militer.
Situasi politik yang tidak stabil ini membuat rakyat merasa tidak puas dan mendesak agar pemilihan umum dipercepat sehingga anggota parlemen dapat segera diganti.
DPRS yang dianggap terlalu ikut campur dalam urusan TNI AD menyebabkan AH Nasution dan sejumlah perwira militer lainnya melakukan unjuk rasa. Pada 17 Oktober 1952, mereka beserta 30.000 demonstran berkumpul di Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Soekarno. Meskipun tank, meriam, dan persenjataan artileri diarahkan ke arah Istana Merdeka, mereka tidak berniat untuk mengadakan perlawanan, melainkan untuk meminta agar parlemen dibubarkan dan konflik dalam tubuh militer segera diakhiri.
Akhirnya, Presiden Soekarno bertemu dengan para demonstran dan menjelaskan bahwa pembubaran parlemen tidak bisa dilakukan begitu saja. Ia mengatakan bahwa ia bukan seorang diktator yang bisa mengambil keputusan sepihak. Soekarno meminta waktu untuk mempertimbangkan usulan yang diajukan oleh para demonstran. Demonstran akhirnya menerima penjelasan ini dan membubarkan diri.
Kolonel AH Nasution kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAD karena permasalahan dalam internal militer semakin memburuk. Keputusan ini diambil karena ia merasa bertanggung jawab atas situasi saat itu dan demi kebaikan negara dan TNI. Setelah itu, tiga kolonel dengan nama Bambang masing-masing, yaitu Bambang Supeno, Bambang Sugeng, dan Bambang Utoyo, menggantikan AH Nasution sebagai pimpinan TNI AD, namun kepemimpinan mereka tidak memuaskan Presiden Soekarno.
Permasalahan semakin meruncing dan melibatkan seluruh internal militer, yang akhirnya menghasilkan “Piagam Keutuhan AD.” Perselisihan dalam militer, terutama di TNI AD, dianggap selesai setelah dikeluarkannya Piagam Keutuhan AD sebagai hasil pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 25 Februari 1955. Setelah diterapkannya Piagam Keutuhan AD, AH Nasution kembali memimpin TNI AD dan berfokus pada pengembangan profesionalisme militer sesuai dengan perannya. (RS/IPN/KMP)
What's Your Reaction?