Tan Malaka Terabaikan di Tanah Kelahiran

Nama Tan Malaka sangat mashur. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di tingkat internasional. Dia salah satu tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah Republik Indonesia. Dia merupakan pahlawan nasional. Namun, peninggalannya kini tidak terurus. Tan Malaka seolah terabaikan oleh anak bangsa.

Tan Malaka Terabaikan di Tanah Kelahiran
Tan Malaka Terabaikan di Tanah Kelahiran Rumah Tan Malaka di Limapuluh Kota tidak terawat. ©2023 Merdeka.com

Merdeka.com - Ranah Minang tidak hanya dikenal akan kuliner rendangnya yang lezat, akan tetapi juga sebagai daerah lahirnya pahlawan nasional. Salah satunya adalah Ibrahim Datuk Tan Malaka.

Tan Malaka merupakan seorang Bapak Republik Indonesia kelahiran 2 Juni 1897 di Kenagarian Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) yang telah bergelar pahlawan nasional. Disandarkan kepada hasil peneliti asal Belanda, Harry Poeze, Tan Malaka tutup usia di Kediri, Jawa Timur pada 21 Februari 1949 silam.

taboola mid article

Ironisnya, meskipun sudah bergelar pahlawan nasional sejak 28 Maret 1963 oleh Presiden Soekarno, Tan Malaka tetap saja terabaikan di tanah kelahirannya. Hal itu tampak nyata dari terbengkalainya rumah Tan Malaka yang telah ditetapkan sebagai museum dan pustaka pada tahun 21 Februari 2008 silam, serta terpampang juga palang cagar budaya di halamannya.

Pada Senin, (24/4) siang, merdeka.com mendatangi Rumah Tan Malaka tersebut. Rumah dengan arsitektur khas adat Minangkabau dengan lima gonjong yang atapnya terbuat dari seng itu tampak tidak terurus. Dari belakang rumah terlihat dinding terbuat dari anyaman bambu dan ditumbuhi semak, tiada satupun petugas penjaga di sekitar lokasi.

Bagian depan rumah tampak lima buah jendela dalam keadaan terbuka dan pintu masuk dalam keadaan terkunci. Pada bagian depannya, bangunan rumah itu terbuat dari papan kayu bercat biru berpadu dengan garis merah putih di tengahnya.

Di samping halaman juga berdiri kokoh palang Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan patung Tan Malaka. Pada bagian depan berkibar bendera merah putih dan juga terdapat tiga makam, makam paling tengah yakni Ibrahim Datuk Tan Malaka. Samping kiri dan kanan ada makam orang tua Tan Malaka, Ibunya bernama Rangkayo Sinah dan Ayahnya bernama Rasad Bagindo Malano.

Data yang dihimpun merdeka.com, makam Ibrahim Datuk Tan Malaka yang berada di Kenagarian Pandam Gadang tersebut merupakan makam yang dipindahkan dari Kediri Jawa Timur pada 1 Maret 2017 silam yang diikuti keluarga dan tokoh adat, niniak mamak dengan membawa gumpalan tanah makam tersebut.

Sementara itu berdasarkan ranji (silsilah keturunan), Ibrahim Datuak Tan Malaka merupakan Tan Malaka yang keempat di Kenagarian Pandam Gadang. Tan Malaka merupakan sebuah gelar diberikan oleh suatu kaum secara turun-temurun kepada seseorang yang berarti rajo adat di sebuah nagari dari berbagai penghulu.

"Ibrahim Datuk Tan Malaka merupakan Tan Malaka yang keempat. Sekarang sudah Tan Malaka yang ketujuh, gelar itu diampu oleh Hengky Novaron S.E.M.M," tutur ahli waris dari Rumah Tan Malaka, Indra Ibnu Ikatama diwawancarai di Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh.

2 dari 6 halaman

Museum dan Pustaka yang Terabaikan

"Antah sia nan kadisalahkan, lintuah ati awak nengok rumah iko kini (Entah siapa yang akan disalahkan melihat kondisi rumah saat ini)," kata Indra ketika membawa merdeka.com memasuki Rumah Tan Malaka.

Rumah Tan Malaka yang telah resmi ditetapkan ditetapkan sebagai museum dan pustaka pada 21 Februari 2008 silam yang diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI kala itu, tampak tidak berarti sama sekali.

Tidak hanya pada bagian luar rumah yang memprihatinkan, namun juga bagian dalam. Pertama masuk akan disuguhkan dengan buku besar polio terbentang di atas meja dengan tinggi sekitar 60 cm. Buku yang sudah berdebu itu digunakan sebagai buku tamu dengan berbagai kesan pesan pun dari pengunjung pun terlihat di dalamnya.

rumah tan malaka di limapuluh kota tidak terawat

©2023 Merdeka.com

Dalam rumah terdapat deretan foto-foto muda Tan Malaka yang terpampang pada dinding dengan lantai yang mulai lapuk dan dipenuhi dengan kotoran kelelawar. Terlihat juga beberapa buku di dalam lemari dengan keadaan yang sudah berdebu tanpa tertata rapi.

Kata Indra, rumah gadang merupakan satu-satunya peninggalan Ibrahim Datuk Tan Malaka yang masih tersisa selain Materilisme-Dialetika-Logika (Madilog). "Ini peninggalan satu-satunya selain Madilog, tetapi keadaannya sangat memprihatinkan," sebutnya.

Sambungnya, meskipun sudah menjadi museum dan pustaka serta juga sudah ada palang cagar budayanya tetapi Rumah Tan Malaka jauh dari perhatian pemerintah.

"Selama terpampang palang sebagai cagar budaya, kita hanya mendapatkan satu kali bantuan. Itupun hanya untuk renovasi pada bagian atap sekitar tahun 2017 dan sisip lantai," sebutnya.

"Apabila sudah ditetapkan sebagai cagar budaya seharusnya ada perhatian pemerintah, sekurang-kurangnya untuk peremajaan rumah ini. Tetapi sejauh ini nihil," katanya.

Sambungnya, kami berharap ke depannya ada perhatian pemerintah daerah maupun provinsi terkait rumah Tan Malaka. "Kita berharap semoga ke depannya ada perhatian pemerintahan, apalagi beliau sudah ditetapkan sebagi pahlawan nasional," sebutnya.

3 dari 6 halaman

Masa Kecil Ibrahim Datuak Tan Malaka di Pandam Gadang

Indra mengatakan, Rumah Tan Malaka dahulunya dibangun sekitar tahun 1836 silam dengan atap terbuat dari ijuk.

"Berdasarkan keterangan dari kakek, nenek kita terdahulu rumah itu dibangun tahun 1836. Dahulu atapnya terbuat dari ijuk. Itu carito kakek nenek kito dahulu (seperti itu cerita kakek-nenek kita dahulu)," tuturnya.

Katanya, Ibrahim Datuak Tan Malaka merupakan seorang anak yang cerdas dalam pemikiran. Hal itu dapat dilihat dari cepatnya beliau mendapatkan gelar datuak dari suatu kaum di Pandam Gadang.

Indra mengatakan, Tan Malaka merupakan gelar datuak untuk suatu kaum yang diberikan kepada Ibrahim ketika berumur sekitar 14 hingga 15 tahun.

"Cerita terdahulu dari tetua kita, Tan Malaka Datuak Ibrahim merupakan seorang anak yang cerdas dalam pemikiran dan ilmu agama. Beliau seorang yang rajin ke surau. Beliau mendapatkan gelar datuak sekitar 14 hingga 15 tahun. Intinya sebelum meninggalkan Pandam Gadang untuk menuntut ilmu ke Bukittingi hingga melalang buana ke berbagai negara, salah satunya adalah Belanda," tuturnya.

4 dari 6 halaman

Respons Pemerintah Daerah

Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo mengaku akan membenahi rumah Tan Malaka dan berkoordinasi dengan pimpinan terkait secepatnya sesuai dengan anggaran yang ditetapkan. Katanya, sejauh ini tim ahli cagar budaya di Lima Puluh Kota belum ada.

Terkait kapan dimulai pembenahan rumah yang telah ditetapkan sebagai museum dan pustaka itu, Safaruddin belum bisa memastikan tanggal hingga bulannya.

rumah tan malaka di limapuluh kota tidak terawat

©2023 Merdeka.com

"Intinya seluruh inventaris maupun Cagar Budaya di Limapuluh Kota akan dibenahi secara bersama-sama secepatnya. Kita akan segera membentuk tim ahli cagar budaya di Limapuluh Kota. Nanti kita juga akan berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi hingga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," sebutnya, Jumat (28/4).

Sambungnya, menjaga inventaris maupun bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tidak hanya tanggung jawab pemerintah daerah hingga pusat.

"Kami berpesan kepada masyarakat untuk ikut andil dalam memelihara bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya serta bekoordinasi dengan pemerintah kabupaten," tuturnya.

5 dari 6 halaman

Sisi Mistis Tan Malaka

Berbicara tentang Tan Malaka tidak terlepas dari sisi mistis dari pahlawan nasional asal Ranah Minang tersebut. Sisi mistis Tan Malaka itu pun begitu melekat kuat di kalangan masyarakat, terutama bagi masyarakat di Kenagarian Pandam Gadang sendiri. Tan Malaka kerap diangkat sebagai orang yang memiliki ilmu yang bisa menghilang dan berubah bentuk.

Salah satu warga, Inel (55) mengatakan, Tan Malaka bisa berubah bentuk dan menghilang dalam sekejap. "Cerita yang kita dapat dari terdahulu, Tan Malaka merupakan orang bisa berubah bentuk hingga bisa menghilang," tuturnya.

Sambungnya, dahulu ketika Inel masih kecil di dalam rumah itu ada foto Tan Malaka memakai kerah baju warna putih yang dipajang di dinding rumah.

"Cerita yang saya dapat, foto itu kembali ke tempat semula ketika dipindahkan ke tempat lain," sebutnya.

Terkait sisi mistis tersebut, Indra tidak dapat membenarkan maupun mengatakan tidak, hanya menjabarkan dalam bentuk sebuah cerita.

Katanya, dahulu ketika Tan Malaka pulang ke Pandam Gadang pernah dikepung dan diburu oleh pasukan Belanda. Kala itu rumah gadang memiliki empat pintu yang saling berhadapan, letaknya sekitar dua meter dari rumah Tan Malaka saat ini (sekarang rumah itu sudah tidak ada lagi).

"Beliau pulang ke Pandam Gadang itu pada masa Penjajahan Jepang, tahun pastinya saya tidak dapat cerita tentang itu," katanya.

Kala itu, dari luar tentara Belanda sudah melihat wajah Tan Malaka berada di rumah, tetapi sesampai di dalam rumah yang ditemukan hanyalah orang mirip dengan orang China. Padahal, sebelumnya tidak ada orang di rumah itu selain dia bersama ibunya.

Katanya, setelah tentara Belanda menjauh dari rumah tersebut, orang yang mirip dengan orang China itu izin pamit kepada Ibu Tan Malaka sembari berkata dengan bahasa minang.

"Orang yang mirip orang China itu berkata kepada Ibu Tan Malaka dengan bahasa minang. May Den kopoi nai, iko piti balanjo untuak amai Den lotakkan di bawah banta, (Ibu saya akan pergi kembali, di bawah bantal ada uang untuk belanja). Seolah-olah orang yang mirip orang China itu adalah Tan Malaka yang berpamitan kepada Ibunya," sebutnya.

"Itu cerita yang kita dapat dari orang terdahulu. Untuk benar atau tidaknya itu tergantung kepercayaan kita masing-masing," bebernya.

6 dari 6 halaman

Respons Balai Pelestarian Kebudayaan Sumatera Barat

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) III eks BPCB Sumatera Barat (Sumbar), Undri menuturkan Rumah Tan Malaka yang berada di Kenagarian Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota sampai saat ini belum ditetapkan sebagai cagar budaya.

Katanya, penetapan cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya dilakukan secara berjenjang dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah (Bupati/walikota/Gubernur) dan nasional oleh Menteri Dikbudristekdikti. Penetapan pada semua tingkatan dilakukan berdasarkan rekomendasi Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB).

rumah tan malaka di limapuluh kota tidak terawat

©2023 Merdeka.com

"Hingga saat ini Kabupaten Limapuluh Kota belum memiliki TACB tersebut, jadi statusnya masih Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Kalau TACB tidak ada mana bisa objek ditetapkan sebagai cagar budaya," tuturnya kepada merdeka.com.

Terang Undri, selama ini BPK III Eks BPCB Sumatera Barat telah melakukan berbagai kegiatan studi dan pemugaran Rumah Tan Malaka itu, mulai pengumpulan data untuk proses penetapan sebagai cagar budaya tahun 2016 silam, studi kelayakan adaptasi cagar budaya, studi teknis pemugaran cagar budaya hingga pemugaran cagar budaya pada Tahun 2017 terutama pada bagian atap bangunan dan pemberian plang nama pada tahun 2019 silam.

"Di halaman rumah ini memang ada plang cagar budayanya, tetapi sejauh ini baru objek diduga cagar budaya yang bertujuan memberikan pelindungan dan informasi tentang Rumah Tan Malaka," sebutnya.

Sambungnya, masyarakat juga harus paham bahwa dalam UU No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bab VIII Tugas dan Wewenang pasal 95, 96, 97. Dalam UU itu pelestarian cagar budaya bukan hanya tanggung jawab atau tugas dan wewenang pemerintah pusat melalui BPK III tapi juga Pemda, Pemkab, Pemrov termasuk anggaran pelestariannya.

"Melihat kondisi rumah saat ini kami juga berharap peran serta aktif pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota dan Pemrov Sumbar. Kita membawa nama besar Tan Malaka, dan sini kita menunggu "kakok tangan" (uluran tangan) Pemerintah Limapuluh Kota dan Pemprov. Sumbar terhadap pelestarian rumah Tan Malaka ini," pungkasnya.

[cob]

Baca juga:
Potret Miris Rumah Tan Malaka Terbengkalai, Berdebu dan Banyak Kotoran Kelelawar
Sukarno Jauhkan Jenderal Soedirman dari Tan Malaka Usai Kegagalan Upaya Kudeta
Tan Malaka, Manusia dengan 23 Nama Samaran
Bendera Merah Putih Berbahan Logam di Makam Tan Malaka Hilang, Peziarah Ungkap Ini
Misteri Hilangnya Bendera Merah Putih di Makam Tan Malaka
Kisah Rumah Persinggahan Tan Malaka di Bogor saat Diburu Agen Sekutu

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow