Telepon Misterius di Rumah Ahmad Yani pada Malam Peristiwa G30S/PKI

Pembunuhan Mengpangad Jenderal (Anumerta) TNI Ahmad Yani didahului denga telepon misteriusnya pada malam harinya.

Telepon Misterius di Rumah Ahmad Yani pada Malam Peristiwa  G30S/PKI
image

Kampus—Tragedi G30S/PKI menimbulkan luka pada banyak orang terutama keluarga korban. Amelia Yani salah seorang puteri Ahmad Yani menceritakan ada telepon misterius yang mendahului pembunuhan ayahnya pada malam 30 September 1965.

Menteri Panglima Angkatan Darat (Mengpangad) Jenderal (Anumerta) TNI Ahmad Yani merupakan salah satu korban peristiwa G30S/PKI. Amelia Yani menceritakan secara detail apa yang terjadi pada malam kelam tersebut. Berikut kisah Amelia Yani yang diceritakannya melalui buku berjudul ‘Amelia Yani Sepenggal Cerita Dari Dusun Bawuk’.

Telepon Misterius
Kira-kira pukul 23.00 sampai pukul 24.00 bunyi telepon bendering. Siapa yang telepon dan dari mana, kami tidak tahu Penelponnya bertanya di mana Bapak. Tentu saja kami jawab Bapak sudah tidur. Dua kali telepon berdering dan ketika diangkat mengajukan pertanyaan yang sama tanpa menyebut identitas penelepon. Kami tidak merasa takut apa-apa. Tanpa rasa curiga kami tidur. Tanpa pemah menyadari bahwa tatkala bangun pagi kami berhadapan dengan mimpi paling buruk dalam hidup kami.

Baca Juga: Enam Universitas di Asia Tenggara yang Masuk 100 Universitas Terbaik di Asia, Ada dari Indonesia ?

Pagi itu, sekira pukul 04.30 dini hari Jumat Legi, 1 Oktober 1965, tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh bunyi tembakan-tembakan gencar dan suara hentakan sepatu-sepatu lapangan tentara yang berlarian. Sebagai anak tentara yang sudah terbiasa dengan kehidupan militer, kami tahu persis bunyi tembakan peluru. Lalu terdengar pula suara-suara hiruk-pikuk. Semua berjalan begitu cepat, begitu mendadak. Suasana menjadi hingar-bingar sangat membingungkan.

Aku mengintip dari pintu kamar. Jantungku berdegup-degup. Cemas. Takut. Bingung. Semua perasaan campur aduk, kacau-balau menjadi satu. Kebetulan aku tidur sekamar dega adikku vang nomor enam Juni. Wah. Aku hampir tak percaya pada penglihatanku sendiri. Di sana, di luar, ada begitu banyak tentara dengan baret merah tua. Aku melihat susok tubuh sedang diseret-seret tanpa belas kasihan. Yang diseret adalah kedua kakinya, tangan, badan, dan kepala dibiarkan terseret-seret di lantai, berlumuran darah.

Baca Juga: Ada Kendala Pendaftaran CPNS 2023 ? Lapor ke Alamat Ini

Jantungku bagaikan terloncat keluar. Bapak! Itu Bapak, kata hatiku. Ya Allah, itu Bapak. Sebagian dari nuraniku mencoba untuk tidak percaya, tetapi itu benar. Kakinya ditarik oleh dua orang tentara, tubuhnya, tangannya, kepalanya, terseret-seret Tak sadar aku telah menghambur keluar dari kamarku dan entah bagaimana, kakak dan adikku sudah ada bersamaku. Kami menjerit-jerit sekuat-kuatnya, sejadi- jadinya, "Bapaak Bapaak... Bapaak...."

Perasaan takut bingung, marah, bergumpal-gumpal dalam hatiku ketika bersama semua saudaraku, aku mengikuti mereka menyeret-meret tubuh Bapak yang berlumuran darah sampai ke pintu belakang sambil terus menangis dan menjerit-jerit.

Sumber : Amelia Yani Sepenggal Cerita Dari Dusun Bawuk, Pustaka Sinar Harapan, 2022.
(*)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow