Tertarik Sejarah? Ini Rekomendasi Novel Fiksi yang Berlatar Peristiwa Nyata di Indonesia

Rekomendasi buku fiksi sejarah Indonesia.

Tertarik Sejarah? Ini Rekomendasi Novel Fiksi yang Berlatar Peristiwa Nyata di Indonesia
image

Tertarik Sejarah? Ini Rekomendasi Novel Fiksi yang Berlatar Peristiwa Nyata di Indonesia


Konon, sejarah ditulis oleh para pemenang. Selama ini kita mengetahui sejarah dari buku-buku pelajaran, narasi yang dibangun oleh para pemenang tersebut. Untungnya, sejarah juga dihidupkan kembali melalui karya sastra.

Banyak penulis menggunakan pendekatan fiksi untuk menggali kembali peristiwa-peristiwa sejarah, terutama dari sudut pandang yang jarang mendapat perhatian. Meskipun bersifat imajinatif, fiksi sejarah kerap disusun berdasarkan riset yang mendalam, sehingga menjadi cara lain untuk memahami keadaan pada masa tersebut.

Dengan narasi yang dekat dengan pembaca, novel-novel bertema sejarah mampu menghadirkan cerita dengat sudut pandang yang beragam, terutama dari perspektif yang sering kali terabaikan.

Meskipun fiksi, cerita-cerita ini bisa menjadi pintu gerbang yang menyenangkan untuk mempelajari sejarah lebih dalam. Berikut beberapa buku dengan tema fiksi sejarah yang menarik untuk dibaca oleh pemula sekalipun.

Laut Bercerita

Novel yang terbit pertama kali pada tahun 2017 ini ditulis oleh Leila S. Chudori, seorang penulis perempuan juga pernah bekerja sebagai wartawan. Meskipun bergenre fiksi, novel ini berangkat dari peristiwa nyata, yaitu peristiwa 98.

Laut Bercerita berkisah tentang Biru Laut, seorang mahasiswa yang aktif dalam gerakan pro-demokrasi melawan rezim otoriter. Latar yang digunakan pada cerita ini adalah pada akhir masa Orde Baru. Lika-liku kehidupan Laut―dan teman-temannya―yang penuh dengan risiko, ketegangan, dan juga kengerian yang digambarkan oleh penulis menjadi topik utama dari cerita ini.

Kepopuleran novel ini menjadi semakin menarik setelah dialihwahanakan menjadi sebuah film pendek dengan durasi kurang lebih 30 menit. Film tersebut disutradarai oleh Pritagita Arianegara.

Sayangnya, pemutaran film Laut Bercerita masih terbatas dan tidak disiarkan untuk umum. Buku dengan tebal mencapai 300 halaman ini bisa menjadi menu pembuka bacaan yang menggunakan latar waktu atau juga kejadian sejarah.

Pulang

Jika Laut Bercerita berfokus pada kejadian di tahun 1998, maka novel Pulang membawa kisah dari para korban tahun 1960-an. Masih ditulis oleh Leila Chudori, novel ini mengisahkan tentang kehidupan para eksil politik yang terpaksa meninggalkan tanah air akibat dari peristiwa di tahun 1965.

Melalui dua sudut pandang—Dimas Suryo, seorang jurnalis yang hidup dalam pengasingan di Paris, dan Lintang, putrinya yang lahir dari ibu berkebangsaan Prancis—novel ini mengisahkan tentang para eksil yang riwayatnya terlupakan dalam sejarah dan dampaknya pada trauma yang diwariskan antar generasi.

Bagi Kawan yang ingin membaca kepingan sejarah yang tidak tertulis tentang negeri ini, Pulang adalah jawabannya.

Namaku Alam

Sama seperti judulnya, novel ini bercerita tentang seorang tokoh bernama Alam. Bagi Kawan yang sudah pernah membaca novel Pulang, pasti tidak akan asing dengan nama ini. Novel Namaku Alam merupakan spin off dari novel Leila lainnya, yaitu Pulang. Tokoh Segara Alam atau yang biasa dipanggil Alam itu adalah anak bungsu dari sahabat Dimas Suryo—tokoh utama dalam novel Pulang.

Fokus utama cerita ini adalah perjalanan hidup Alam dari masa kanak-kanak hingga remaja. Tumbuh sebagai seseorang yang kerap dicap sebagai “anak pengkhiatan negara” membuat hidup Alam berjalan berbeda dengan teman-teman seusianya.

Label yang melekat padanya dan keluarga membuat kehidupan Alam begitu akrab dengan diskriminasi serta represi yang tak berhenti menimpa mereka.

Novel ini menawarkan sudut pandang yang berbeda dalam menyoroti periode kelam sejarah di Indonesia. Bagi Kawan yang tertarik untuk mengetahui sejarah dengan perspektif yang lebih personal, Namaku Alam adalah bacaan yang tepat.

Ronggeng Dukuh Paruk

Novel Ronggeng Dukuh Paruk merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel ini berlatar waktu tak jauh berbeda dengan novel Pulang, yaitu sekitar tahun 1960-an. Cerita ini berfokus pada Srintil, seorang gadis yang terpilih menjadi ronggeng—penari tradisional yang disakralkan di pedukuhan kecil bernama Dukuh Paruk.

Dengan latar masyarakat yang masih hidup dalam tradisi kuat dan akses pendidikan yang terbatas, apa yang dialami oleh Srintil dinilai biasa saja dan tidak menyalahi norma.

Meski jauh dari pusat kekuasaan, kehidupan Dukuh Paruk tidak terlepas dari dampak peristiwa politik tahun 1965. “Kepolosan” masyarakat terhadap dinamika nasional membuat mereka tanpa sadar terlibat dalam peristiwa tersebut.

Melalui bacaan fiksi sejarah, Kawan bisa memahami lebih luas tentang peristiwa masa lalu di Indonesia dari berbagai perspektif. Novel-novel di atas bisa menjadi bacaan awal untuk mengenal sejarah melalui kisah-kisah yang beragam.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow