Dari Peristiwa Uhud

Belajar dari peristiwa Uhud, kita harus siap melakukan tindakan yang acap kali tidak kita suka bahwa sejatinya kita adalah hamba Tuhan

Dari Peristiwa Uhud
image

ORANG-ORANG Quraisy, dengan bara dendam atas kekalahan di Badar, pada tanggal 11 Maret 625, meninggalkan Mekkah untuk memulai perjalanan panjang menuju Madinah.

Dan akhirnya, 3.000 tentara itu, 21 Maret, tiba di luar Madinah dan berkemah di dataran di depan gunung Uhud, sebelah barat laut Madinah.

Ya, kekalahan dalam Perang Badar membekaskan dendam di dalam dada bangsa Quraisy. Mereka ingin membalas dendam kepada Nabi Saw. dan pengikutnya.

Maka, pecahlah Perang Uhud, terjadi hanya sekitar tiga tahun setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah. Dan ketika berita mengenai penyerangan dari Mekkah sampai di telinga Rasulullah Saw., beliau memanggil sahabat-sahabatnya untuk berkumpul dan bermusyawarah.

Beliau dan sebagian sahabat mengusulkan untuk menyambut serangan musuh dari dalam kota, tetapi pemuda-pemuda yang bergabung dengan Nabi Saw. menentangnya. Menurut mereka, kalau pasukan muslim tetap tinggal di dalam kota, musuh akan menganggap mereka lemah, mereka pengecut.

Abdullah ibn Ubay lebih setuju dengan usulan Rasulullah Saw. yang menghendaki untuk bertahan di dalam kota. Menurutnya, geografis Kota Madinah mendukung sistem pertahanan alamiah.

Di sebelah selatan kota terdapat kebun kurma yang begitu lebar dan rapat sehingga serangan musuh tidak mungkin dilakukan dari situ. Bagian timur dan barat kota merupakan pegunungan tinggi yang menjadi benteng alam yang kukuh untuk menahan serangan. Maka, tinggal satu sisi saja yang terbuka untuk memasuki kota, dan pasukan muslim bisa menyambut musuh dari sini.

Peperangan akan diarahkan ke jalan-jalan kota, dengan terlebih dahulu mengungsikan kaum perempuan dan anak-anak di tempat-tempat penampungan. Nabi Saw. berdalih agar umat Islam tidak dipaksa memerangi pasukan musuh dalam jumlah besar dalam konfrontasi terbuka.

Namun, sekali lagi para pemuda Anshar bersikeras untuk keluar dan menemui musuh di medan perang. Mereka menolak jika musuh-musuh tersebut dibiarkan merusak kota.

Lantas, Nabi Saw. akhirnya memutuskan untuk mengikuti kehendak kelompok muda. Beliau melihat semangat juang luar biasa pada diri kaum muda Anshar. Beliau tak ingin mengecewakan semangat mereka tersebut.

Kemudian, beliau pun mempersiapkan pasukan dengan sangat baik dengan mengatur dan menempatkan orang-orangnya dengan teramat jeli. Beliau berstrategi dengan menempatkan gunung Uhud di belakang mereka dan bukit Ainain yang tidak begitu tinggi di hadapan mereka, yang menghalangi antara pasukan Madinah dengan pasukan Mekkah.

Pasukan Madinah akan bersiap-siap di bagian barat bukit Ainain dan sedikit mundur ke belakang. Sedangkan para pemanah di atas bukit hingga dapat menghalau kuda-kuda kaum Quraisy.

Kaum Muslim berjalan beriring keluar kota Madinah. Beliau Saw. mengenakan penutup kepala dan pakaian perang. Saat itu hari Jumat, bulan Syawal tiga Hijriah.

Namun, ketika masih di pinggiran Madinah, tidak lebih dari satu mil, Abdullah ibn Ubay beserta pengikutnya memutuskan untuk kembali. Jumlah mereka itu sekitar 300 orang.

“Pulanglah kalian. Dia (Muhammad) tidak mengambil pendapatku dan lebih menaati pendapat anak-anak itu. Kita tidak mau bunuh diri di sini.” perintah Ibnu Ubay.

Berikutnya, Nabi Saw. dan para sahabatnya tetap meneruskan perjalanan dengan jumlah 700 orang. Sedangkan pasukan dari Mekkah telah bersiap sejumlah 3.000 orang dengan 200 orang berkuda. 

Dan perang pun pecah. Dengan strategi jitu dari sang nabi, pasukan Quraisy tidak mampu menyerang barisan umat Islam. Bahkan pasukan Mekkah itu mengalami kekalahan dan melarikan diri. Abu Sufyan, sang komandan, hampir saja menelan kekalahan.

Di sinilah umat Islam terjebak, yang sesungguhnya sebelumnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah Saw. Beliau melarang keras pasukan pemanah meninggalkan tempat sebelum ada aba-aba untuk turun. Namun, sebagian besar regu pemanah terdorong untuk mendapatkan harta rampasan yang ditinggalkan pasukan Quraisy.

Kesempatan emas itu tidak disia-siakan oleh Khalid ibn Walid, komandan militer berkompeten dari regu pasukan berkuda. Ia pun bergerak dengan pasukannya ke arah pasukan pemanah yang tinggal sedikit bertahan di tempat yang diperintah Rasulullah Saw.

Pasukan Khalid berhasil menghabisi sisa regu pemanah itu, dan kemudian menyerbu barisan pasukan muslim lain yang bertempur di sisi Rasulullah Saw. Akibatnya, barisan Madinah kacau diserbu oleh kuda-kuda musuh yang semestinya bisa dihalau oleh regu pemanah di atas bukit.

Begitulah. Pada awalnya kaum Muslim memegang kendali, tapi kemudian beberapa sahabat beliau melakukan kesalahan sehingga memberi kesempatan bagi musuh untuk menyerang dari belakang dan menguasai gelombang peperangan menuju kemenangan.

Keadaan itu menimbulkan keputusasaan di pihak Rasulullah Saw. dan beberapa sahabat beliau melarikan diri. Nabi Saw. ditinggal sendiri dikelilingi pasukan musuh yang bersenjata lengkap. Bak serigala kelaparan, orang-orang Quraisy maju mendekati sang nabi.

Ubah ibn Abi Waqas dengan leluasa melemparkan batu ke muka Nabi Saw. sehingga beberapa gigi bawah beliau tanggal.

Abdullah ibn Qumayyah, seorang prajurit Quraisy yang ternama, menyerang Rasulullah Saw. dengan kampak. Ia menyerang kepala beliau dan serangan itu membelah dua penutup kepala yang beliau pakai.

Giliran Abdullah ibn Shahab Zuhri menghunjamkan sebongkah batu dan mengenai wajah beliau. Darah mengucur deras dan sang nabi terlempar ke parit.

Setelah sekian lama para “serigala” itu tidak melihat Nabi Saw. tampak di tengah medan pertempuran, karena terjatuh di parit, mulailah tersiar berita bahwa beliau wafat.

Kemudian salah seorang sahabat melihat tubuh Rasulullah terbaring di parit, ia bersorak gembira. Namun, beliau memberi tanda agar ia diam supaya musuh tidak tahu kalau beliau berada di parit.

Nah, kejadian itu menunjukkan bahwa sejatinya kita adalah hamba Tuhan yang telah menunjuk utusan-Nya sebagai pembimbing hidup, dan kepatuhan kita harus tetap dipertahankan dalam keadaan apa pun. Dan kita pun harus bersegera memperbaiki diri bila ada yang menunjukkan kekeliruhan. Kita tidak menutup diri dari kritik, selalu siap meralat kesalahan.

Singkatnya, belajar dari peristiwa Uhud, kita harus siap melakukan tindakan yang acap kali tidak kita sukai. [Luk]

Editor: Lukni

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow