Fakta di Balik Peristiwa Warga Adat Serawai yang Dituduh Mencuri Tanaman di Kebun Sendiri
Konflik agraria di wilayah adat Serawai berujung pada tindakan kekerasan. Apa solusi untuk masyarakat adat ini?

/data/photo/2025/02/10/67a947dde6d14.jpg)
BENGKULU, KOMPAS.com - Dalam sebuah insiden yang mengejutkan, Anton, seorang petani sawit yang merupakan anggota komunitas adat Serawai Semidang Sakti, mengalami tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh petugas keamanan PT Perkebunan Nusantara VII Unit Talo-Pino.
Pada Minggu, 9 Februari 2025, Anton dipukul dan kemudian diserahkan kepada pihak kepolisian dengan tuduhan mencuri buah kelapa sawit di kebun yang sebenarnya berada di atas tanah yang diklaim miliknya.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas konflik agraria yang dialami oleh masyarakat adat Serawai, di mana banyak warga lainnya juga menghadapi vonis penjara dalam situasi serupa.
Baca juga: Dituduh Maling Sawit di Kebun Sendiri, Warga Adat Serawai Ditahan Polisi
Bagaimana Sejarah Penguasaan Wilayah Adat Serawai?
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu, Fahmi Arisandi, menjelaskan bahwa sejarah penguasaan wilayah adat Serawai dimulai pada tahun 1800 dengan berdirinya Talang Mapadit, yang dirintis oleh 14 keluarga.
"Mereka bertanam padi dan berladang diapit oleh dua aliran sungai, yaitu Peghing Kanan dan Kidau," ujar Fahmi.
Selama periode tersebut, sistem adat Serawai dan hukum adatnya menjadi landasan dalam pengelolaan wilayah.
Namun, pada tahun 1980, tata hukum adat mulai berubah ketika pemerintahan desa mengalihkan perannya kepada kepala desa.
Pada tahun 1984, perkebunan kelapa sawit milik negara masuk ke dalam wilayah tersebut dengan janji bahwa perkebunan tidak akan mengganggu tanah masyarakat dan akan hidup berdampingan.
Namun, janji tersebut tidak dipenuhi.
Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Tahun 1987 menjadi tahun krisis, ketika Hak Guna Usaha (HGU) PTPN diterbitkan yang mencakup 500 hektar tanah adat.
Janji plasma untuk masyarakat pun tidak terealisasi.
Konflik semakin meningkat pada tahun 2010, saat masyarakat meminta pengembalian tanah yang diambil PTPN karena janji tersebut tidak sesuai.
Setelah dilakukan ukur ulang oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) pada tahun 2012, terungkap adanya 100 hektar lahan berlebih yang mencaplok tanah bersertifikat yang dimiliki 60 kepala keluarga.
Pada tahun 2024, PTPN memasang patok yang melarang warga memanen sawit di atas tanah mereka sendiri, dan kasus penembakan terhadap seorang anggota komunitas adat terjadi pada tahun 2018 karena dianggap melanggar HGU.
Apakah Ada Solusi untuk Konflik Ini?
Dari tahun 2013 hingga 2017, meskipun ketegangan mereda, masyarakat terus bercocok tanam di atas tanah yang saling diklaim oleh PTPN VII tanpa ada tindak lanjut dari pemerintah terkait kelebihan 100 hektar HGU hasil ukur ulang BPN.
Pada tahun 2022, DPRD Seluma mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 03 Tahun 2022 tentang Prosedur dan Mekanisme Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.
Perda ini diharapkan dapat memberikan pengakuan resmi kepada beberapa kelompok adat, termasuk komunitas adat Serawai, yang mencakup Napal Jungur, Serawai Pasar Seluma, Serawai Arang Sapat, Serawai Lubuak Lagan, dan Serawai Semidang Sakti Pring Baru.
Baca juga: Mengenal Jenang Pengatur Makanan Suku Serawai, Mampu Deteksi Racun yang Dikirim Musuh
Di tengah situasi yang terus berkembang, Anton, yang kini berurusan dengan pihak kepolisian, menyatakan bahwa mereka yang tinggal di wilayah tersebut berhak untuk diperlakukan adil. "Kami meminta PTPN VII untuk menghormati wilayah masyarakat adat dan apa yang menjadi hak mereka sudah pasti dipertahankan. Konstitusi melindungi mereka," tegas Fahmi.
Konflik agraria ini menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-hak mereka dan menemukan solusi yang berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.What's Your Reaction?






