Makna Isra Mikraj Bukan Hanya Peristiwa Sejarah, tapi Transformasi Diri
Mubadalah.id - Sebuah pesan WhatsApp masuk Ke handphone Lail. “jadi Ikut Merayakan Isra mikraj nggak? Kalau mau ikut, nanti aku
Mubadalah.id – Sebuah pesan WhatsApp masuk Ke handphone Lail.
“jadi Ikut Merayakan Isra mikraj nggak? Kalau mau ikut, nanti aku nyamperin kamu terus kita pergi barengan” Tanya Nea lewat WhatsApp.
Lail yang jarang mengikuti perayaan hari islam berpikir agak lama. Bingung. Tak langsung menjawab pesan Nea.
Semenjak kecil Lail hanya mengikuti perayaan Isra Mikraj di masjid terdekat. Saat remaja, semenjak ayahnya dipindahtugaskan ke daerah terpencil, Lail tidak lagi mengikuti perayaan hari-hari besar Islam. Karena ia tinggal di sebuah kampung yang mayoritas pemeluk agamanya Nasrani. Ia kembali ke kota saat duduk di bangku kuliah, saat itulah ia berkenalan dengan Nea dan menjadi teman hingga sekarang.
“Apa harus hadir? Aku ke rumahmu ya!” balas Lail.
10 menit kemudian, Lail muncul di rumah Nea. Saat itu Nea kedatangan pula Tamu, Pak Burhan teman ayahnya dulu. Dia adalah pensiunan kepala KUA yang kini beralih menjadi Petani.
“Kebetulan di sini ada Pak Bukhari, kami ingin bertanya soal maknaIsra Mikraj pak” Sambut Nea Kepada sahabat ayahnya itu
“bukannya setiap tahunnya kamu ikut merayakan? Kan ada pula penjelasannya mengapa ini kita peringati” jawab Pak Bukhari
“iya hanya ikut merayakan, seperti anak kecil yang tak tahu persis apa maknanya, selain senang karena hari libur.” Ucap Nea sambil cengengesan.
“iya Pak, Apalagi aku yang jarang ngikut perayaan hari-hari besar seperti ini” sambung Lail.
Memahami Makna Isra Mikraj
Pak Bukhari memperbaiki posisi duduknya sambil menikmati secangkir kopi, mulai membuka pembicaraan soal makna Isra Mikraj. Ibu Mardia (ibunda Nea) juga ikut antusias mendengar apa yang Pak Bukhari katakan.
“Makna isra’ adalah perjalanan di malam hari dan sebuah pencarian, sementara mikraj berarti naik atau meninggi, artinya naik peringkat dalam hal kecerdasan dan emosional. Peristiwa Isra mikraj terjadi dari tengah malam sampai sebelum subuh, Rasulullah menaiki buraq dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.
Dari bumi menuju langit. Peristiwa bersejarah ini memberikan kesempatan kepada Nabi Muhammad SAW. menyaksikan bagaimana kebesaran Allah SWT. Secara face to face yang terjadi pada 27 Rajab 621 Masehi tepatnya tahun ke-10 kenabian.
Pada tahun ini dikisahkan Nabi mengalami pergolakan batin yang luar biasa , ia mengalami berbagai musibah diantaranya meninggalnya paman yang mengasuhnya dari kecil Abu Thalib dan tak lama kemudian meninggal pula istri tercintanya Khadijah binti Khuwalid.
Ketika Nabi Galau
Perjalanan lintas dimensi ini dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dengan jarak 1239 km terus lanjut hingga ke langit ke Tujuh yang terjadi hanya dalam waktu singkat yaitu satu malam. Di sinilah Allah SWT memerintahkan salat Fardu lima kali sehari.” Ungkap Pak Burhan sambil menyeruput kopinya
“Ternyata Nabi juga bisa galau ya?” Ucap Lail.
“Luar Biasa, peristiwa itu melebihi kecepatan cahaya, diluar rasionalitas manusia. Itulah salah satu Mukjizat dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. sesuatu yang ajaib yang tidak bisa dinalar oleh manusia” sambung Nea dengan Nada terkesan
“iya Nak. Peristiwa isra mikraj tidak bisa dinalar oleh manusia seakan terselip Makna agar jangan pernah mengukur Kekuasaan Makhluk dengan Kekuasan Allah SWT. peristiwa ini terjadi karena ada Intervensi Illahi.
Hiburan dari Allah untuk Nabi
Soal Galau, Nabi Juga termasuk Manusia, peristiwa ini merupakan bentuk hiburan dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW. karena ia telah kehilangan Paman dan istrinya ditahun yang sama. seakan tersirat makna bahwa segala tekanan dalam kehidupan kita perlu ditanggulangi dengan meningkatkan spirtualitas diri.
Perintah Salat
Maka dari itu Allah SWT memerintahkan salat, sebab Puncak pertemuan antara Tuhan dan hambanya terjadi dalam shalat. Shalat adalah bentuk permintaan dari yang rendah kepada yang tinggi.
Betapa salat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab ia mencegah dari perbuatan buruk, sebagai sumber petunjuk karena kita meminta pertolongan kepada Allah SWT, sebagai pelipur jiwa sebagaimana Nabi Muhammad SAW.
Selain itu mendatangkan kebahagiaan karena kita mendapatkan ketengangan jiwa. Perintah Shalat tidak hanya pula tentang spiritual semata, ini soal kemanusiaan karena dalam shalat semua berdiri mengerjakannya tanpa memandang status sosial seseorang.” Jawab Pak Burhan
“Jadi karena didalamnya banyak tersirat makna akan kehidupan, untuk itulah kita memperingati Isra Mikraj sebagai bentuk refleksi menuju Hari yang lebih baik. karena kita sebagai manusia seringkali salah, keliru. Bahkan sesat dalam menjalani kehidupan sehari-hari maka kita memohon tujuh belas kali sehari semalam setiap kali shalat untuk ditunjukan jalan yang lurus.” Sambung bu Mardia
Magrib segera tiba. Nea dan Lail hanya mengangguk mendengar penjelasan dari Pak Bukhari dan Ibu Mardia.
“tanggug kalau mau Pulang, mending sholat Magribnya di Masjid Kampung Sini saja, sekalian ikut Isra Mikraj disini saja.” ucap Pak Bukhari
Bu Mardia, Nea dan Lail mengiyakan. dari Menara Masjid Al-munawarah terdengar rekaman suara Mahmud Khalil Al-Hussary melantunkan tarhim.
Ashalatu Was salamu’alaik. Yaa imamal mujahidin. Yaa Rasulallah
Hening, lalu terdengar lagi.
Ashalatu was salamu’alaik. Yaa Nashiral huda. Yaa khaira khalqqillah
Berlanjut, dan diakhiri dengan kalimat.
Ashalatu was salamu’alaik. Yaa Nashiral haqqi. Yaa Rasulallah
Selawat dan salam semoga tercurahkan Padamu, wahai pemimpin para pejuang wahai Rasulullah. Wahai Penuntun Petunjuk Illahi. wahai mahkluk Terbaik. wahai Penolong Kebenaran. Wahai Rasulullah..
Pencarian Jati Diri
Pak Bukhari Pamit menuju Masjid. Lail dan Nea tambah mengerti akan pentingnya Hari-hari besar sebuah Agama untuk diperingati, sebab ada Makna Yang terselip didalamnya.
Persitiwa Isra Mikraj tidak hanya sekedar peristiwa perjalanan Nabi, tapi seakan tersirat jika kita ingin meningkatkan derajat maka alangkah baiknya melakukan pencarian jati diri terlebih dahulu menuju yang lebih baik.
Jika kita menghadapi tekanan dalam kehidupan maka sebaiknya kita tangani dengan meningkatkan spiritualitas diri. Tujuannya agar mendapatkan ketenangan jiwa yang dapat memungkinkan lahirnya pikiran-pikiran kreatif dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak salah melangkah dan selalu menebarkan manfaat yang seluas-luasnya di atas Bumi. []
What's Your Reaction?