Memahami Peristiwa Isra' Mi'raj dan Salat dalam Islam
Isra Mi'raj, mukjizat Rasulullah, diperingati setiap 27 Rajab. Peristiwa ini mengajarkan pentingnya shalat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Daftar Isi
Kurang dari dua minggu lagi, umat Islam akan memperingati peristiwa Isra Mi'raj. Simak penjelasan dan maknanya berikut ini.
Isra Mi'raj menjadi mukjizat besar yang diterima Rasulullah SAW. Peristiwa ini berlangsung pada tahun sepuluh kenabian Rasulullah SAW atau tepatnya sebelum beliau hijrah ke Kota Madinah. Isra', pengertiannya menurut bahasa adalah perjalanan di malam hari (al-Munawwir, 1984: 671), sedangkan Mi'raj adalah tangga untuk naik ke atas (al-Munawwir, 1984: 981).
Istilah Isra di sini merujuk pada perjalanan Rasulullah SAW dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa, sedangkan Mi'raj adalah perjalanan beliau dari Masjid al-Aqsa ke Sidrah al-Muntaha. Sidrah al-Muntaha adalah tempat di langit yang bersifat ghaib, tidak mungkin dijangkau oleh panca indera manusia, bahkan tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran. Mukjizat istimewa ini diperingati setiap 27 Rajab.
Makna Peristiwa Isra' Mi'raj
Menurut Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peristiwa ini salah satunya dimaksudkan Allah SWT untuk menghibur baginda Nabi Muhammad SAW yang dilanda kesedihan pasca meninggalnya istri tercinta, Khadijah RA dan paman beliau Abu Thalib. Isra Mi'raj merupakan perjalanan spiritual yang suci, mulia dan penuh mukjizat.
Peristiwa ini juga mengingatkan kita menjaga keseimbangan. Isra merupakan perjalanan horizontal dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang menjadi lambang perjalanan dari dan menuju area kebersihan fisik, kesucian hati dan pikiran. Sedangkan, Mi'raj merujuk pada perjalanan vertikal dari Masjidil Aqsa menuju Sidratil Muntaha dengan melewati tujuh lapis langit yang menjadi lambang mendekatkan diri pada Allah SWT.
Perjalanan horizontal juga memiliki makna pentingnya kesucian hati, niat dan tujuan dal;am menjalani hidup yang selalu diwarnai rintangan dan godaan duniawi. Peristiwa Isra juga menjadi cara Allah SWT menunjukkan keagungan, kemahabesaran dan kemahakuasaannya lewat berbagai fenomena kehidupan yang sarat pelajaran moral.
Rasulullah SAW menyaksikan sekelompok orang menggenggam daging empuk dan busuk. Akan tetapi, mereka justru memilih dan memakan daging busuk daripada daging empuk. Beliau bertanya kepada Jibril AS: "Siapakah mereka itu?" Jibril menjawab: "Mereka adalah segolongan umatmu yang suka berselingkuh dan berzina dengan perempuan lain, padahal di rumah mereka sudah beristri yang sah dan halal."
Nabi Muhammad SAW juga diperlihatkan fenomena sekelompok orang memikul kayu bakar di pundaknya. Orang itu terus menambah kayu bakar yang dipikulnya, walaupun sebenarnya sudah tidak kuat memikulnya. "Siapakah mereka itu", tanya Nabi SAW. Jibril AS menjawab: "Mereka itu adalah orang-orang yang gila jabatan dan rakus kekuasaan." (HR Baihaqi)
Selain itu, Nabi Muhammad SAW diuji keimanannya oleh Jibril AS dengan disuguhi dua bejana (gelas). Satu gelas berisi air susu dan satunya berisi khamar (miras). Jibril berkata: "Minumlah mana yang engkau suka". Nabi SAW mengambil gelas berisi susu, lalu meminumnya. Jibril kemudian berkata: "Engkau telah memilih jalan fitrah. Jika engkau mengambil gelas berisi miras, niscaya seluruh umatmu akan tersesat, suka mabuk." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Turunnya Perintah Salat
Perjalanan Rasulullah SAW dilanjutkan dengan perjalanan vertikal yang melambangkan pendakian spiritual. Bersama Malaikat Jibril, Rasulullah SAW melakukan perjalanan ke langit dengan menunggangi buraq. Beliau melewati tujuh lapisan langit dalam perjalanan menuju Sidrathul Muntaha. Di setiap lapisan langit, Malaikat Jibril memperkenalkan Rasulullah SAW pada para nabi yang ada di sana. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad SAW diberi hadiah terindah saat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT yaitu perintah shalat lima waktu.
Dikisahkan, Setelah menghadap Allah SWT dan menerima syariat sholat wajib, Rasulullah SAW kemudian turun kembali dan sampai ke langit keenam. Ia kemudian bertemu dengan Nabi Musa AS yang bertanya tentang jumlah waktu salat wajib yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau pun menjawab, lima puluh waktu dalam sehari semalam. Mendengar perkataan Rasulullah SAW, Nabi Musa AS mengatakan:
"Sungguh ummatmu tak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali sholat dalam sehari. Dan aku -demi Allah-, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelummu, aku telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu."
Mendengar pendapat Nabi Musa AS, Rasulullah SAW pun kembali memohon kepada Allah SWT untuk diberikan keringanan dalam menjalankan salat wajib. Setelah mendapat keringanan 10 rakaat dalam sehari, Rasulullah SAW kembali lagi dan bertemu dengan Nabi Musa AS.
Namun, Nabi Musa kembali menyarankan permintaan keringanan Salat pada Rasulullah SAW. Hal itu pun kembali dituruti Rasulullah SAW dan sholat wajib dalam sehari berkurang menjadi 5 kali salat dalam sehari.
Namun, Nabi Musa AS tetap berpendapat 5 kali salat dalam sehari masih dirasa memberatkan untuk umat Rasulullah SAW . Tetapi, kali ini Rasulullah SAW menjawab:
"Aku sudah berulangkali kembali kepada Tuhanku dan memohon kepadaNya sampai aku merasa malu. Aku tidak akan melakukannya lagi." (HR Bukhari dan Muslim).
Masih mengutip Dr Muhbib Abdul Wahab MAg, Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Perintah shalat lima waktu merupakan manifestasi transformasi mental spiritual. Karena shalat yang ideal dan bermakna adalah shalat transformatif, shalat yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar (kemaksiatan personal maupun sosial). Atau, bisa dikatakan shalat harus membuahkan kesalehan, kebaikan, kemanfaatan, dan kemaslahatan sosial. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Kitab Suci Al-Qur'an:
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ٤٥
Artinya: Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-'Ankabut [29]:45).
Hamba Rasul yang melaksanakan Shalat dan maknainya sepenuh hati, tidak akan mendekati korupsi, mengkonsumsi minuman keras, obat-obatan terlarang dan melanggar hukum Allah maupun hukum yang berlaku di masyarakat. Shalat transformatif menjadi benteng pertahanan moral yang menjauhkan Mukmin dari aneka kemaksiatan. melalui shalat, Umat islam ikut mencontoh Rasulullah SAW dalam melaksanakan pendakian spiritual dengan kesucian hati dan pikiran untuk mencapai kedekatan maknawi dengan Allah.
Demikian detikers cerita tentang Isra Mi'raj dan turunnya perintah salat.
(ihc/fat)
What's Your Reaction?