Mengapa Sekarang Tidak Ada Orang Tionghoa Tinggal di Cilimus? Apa Terkait Peristiwa Berdarah 'Gedoran China'?
Mengapa sekarang tidak ada orang Tionghoa di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. Diduga terkait dengan peristiwa Gedoran China.
Reporter: Agus Sugiarto|
Editor: Yuda Sanjaya|
Sabtu 10-02-2024,05:19 WIBMakam warga Tionghoa di Desa Caracas, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. -Tedi Kholiludin - tangkapan layar-radarkuningan.com
RADARKUNINGAN.COM - Ada 2 pertanyaan menarik tentang masyarakat Tionghoa di Cilimus. Pertama, mengapa sekarang tak ada orang Tionghoa yang tinggal di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan?
Padahal pada zaman Belanda, setidaknya ada 500 orang Tionghoa yang tinggal di Cilimus. Bahkan ada yang mengatakan lebih dari 1000 orang, ketika itu.
Pertanyaan kedua, apakah ada kaitannya orang Tionghoa enggan tinggal di kaki Gunung Ciremai dengan peristiwa berdarah yang disebut “Gedoran China” pada Juli 1947?
Belum ada jawaban yang jelas dari 2 pertanyaan tersebut. Tapi, pengaruh peristiwa berdarah “Gedoran China”, banyak orang Tionghoa di Jawa Barat yang mengungsi. Termasuk yang tinggal di Cilimus Kuningan.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Tempat Makan di Cirebon Murah dan Enak, Dijamin Nendang di Mulut dan Gak Bikin Kantong Jebol!
Masyarakat meninggalkan rumah-rumah mereka yang sudah sangat lama ditempati. Termasuk masyarakat Tionghoa di Cilimus banyak yang mengungsi ke Cirebon dan Bandung.
Sejarah peristiwa berdarah Gedoran China ini diungkap oleh Tedi Kholiludin dalam tulisannya yang berjudul “Masyarakat Tionghoa di Cilimus: Kisah Peter Liang Tek Sun”.
Tedi Kholiludin adalah alumnus Departemen Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah.
Dia juga peneliti di Yayasan Pemberdayaan Komunitas (YPK) Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang. Mengajar di Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Jawa Tengah.
BACA JUGA:Apakah Benar Ular Takut Sama Kucing? Ternyata Ada 5 Hal Yang Membuat Ular Takut Sama Kucing
Sebenarnya tulisan Tedi Kholiludin soal Cilimus soal peristiwa berdarah tersebut bersumber pada tulisan Peter Liang Tek Sun. Dia adalah seorang Tionghoa yang lahir di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada 2 Oktober 1919.
Peter menulis disertasi berjudul “A Life Under Three Flags: 1919-1975”. Tulisan itu sebagai tugas akhirnya di University of Western Sidney, Australia.
Peter menyelesaikan studinya di Jurusan Sejarah diselesaikan pada Maret 2008. Peter sudah berusia 89 tahun ketika mengakhiri studi doktoralnya. Peter meninggal pada 18 Juli 2010.
Disertasi yang ditulisnya berkisah tentang kehidupan bangsa Indonesia di bawah “tiga bendera. Bendera Belanda, Jepang dan Masa Kemerdekaan, Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
What's Your Reaction?