Tolak Sosok Kasad Pilihan Presiden, Angkatan Darat Kompak Boikot Pelantikan
Peristiwa 27 Juni 1955 tercatat sebagai pembangkangan Angkatan Darat atas keputusan pemerintah.
Merdeka.com - Demonstrasi besar terjadi pada 17 Oktober 1952. Penggeraknya, perwira Angkatan Darat. Mereka mendesak Presiden Sukarno membubarkan DPR. Tidak tanggung-tanggung, mereka tak segan mengarahkan beberapa meriam ke istana.
Demonstrasi ini dipicu perpecahan di tubuh Angkatan Darat karena ditunggangi kepentingan politik dari partai yang duduk di DPR.
Sukarno keluar Istana dan menghadapi langsung para demonstran. Di hadapan massa, dia mengungkapkan ketidakmungkinannya untuk membubarkan begitu saja parlemen karena dia bukan seorang diktator.
Namun dia menjanjikan akan mengadakan pemilihan umum secepatnya. Begitu mendengar penjelasan Presiden massa pun menyambutnya dengan teriakan 'Hidup Bung Karno' lantas membubarkan diri.
Setelah peristiwa itu, A.H. Nasution diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Pasca lengsernya Nasution, para politisi berusaha memengaruhi dan menguasai Angkatan Darat.
Menurut Ulf Sundhaussen dalam Politik Militer Indonesia 1945-1967, Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan puncak kemuakan kelompok tentara (Angkatan Darat) terhadap sepak terjang kaum politisi yang alih-alih berusaha memperbaiki kondisi ekonomi rakyat (termasuk tentara di dalamnya) malah bertarung sendiri di parlemen. Secara pribadi Presiden Sukarno sendiri kerap mendapatkan peringatan soal ini dari beberapa perwira. Namun Bung Karno malah 'mengejek' para opasir Angkatan Darat.
"Dia menyatakan bahwa kami (tentara) tak tahu apa-apa dan tahunya hanya berperang saja, tapi tidak bisa berpikir," ujar Letnan Jenderal (Purn) Ahmad Kemal Idris.
Penghujung tahun 1953, Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri mengangkat beberapa perwira Angkatan Darat. Langkah ini memicu ketegangan baru.
2 dari 3 halaman
Boikot Pemerintah
Peristiwa 27 Juni 1955 tercatat sebagai pembangkangan Angkatan Darat atas keputusan pemerintah. Wakil Kepala Staf Angkatan (Wakasad) Kolonel Zulkifli Lubis menginstruksikan anggota Angkatan Darat untuk tidak menghadiri acara pelantikan Kolonel Bambang Utoyo sebagai Kasad.
"Pelantikan tetap dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 1955 di Istana Merdeka, tetapi diboikot oleh seluruh Panglima Tentara dan Teritoririum sekalipun mereka pada saat itu berada di Jakarta," seperti dikutip dalam buku Sejarah TNI Jilid II.
Zulkifli Lubis berlasan, pemboikotan pelantikan Bambang Utoyo sebagai upaya menjaga keutuhan Angkatan Darat. Tindakan ini juga menunjukkan sikap mereka menolak mengadakan serah terima dengan Kasad yang baru Mayor Jenderal Bambang Utoyo.
Setelah peristiwa 27 Juni 1955, parlemen mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Mosi diajukan Zaenal Baharudin. Mosi itu diikuti pengunduran diri Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri.
Setelah itu kabinet Ali mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 24 Juli 1955. Penyelesaian ketegangan dalam Angkatan Darat dilanjutkan oleh kabinet Burhanudin Harahap.
3 dari 3 halaman
Pengangkatan Nasution
Usaha pemerintah dalam menyelesaikan masalah TNI AD sesuai dengan Piagam Yogyakarta, dibahas dalam sidang kabinet tanggal 25 Oktober 1955. Untuk mengisi kekosongan Kasad, diajukan beberapa nama oleh Angkatan Darat. Seperti Kolonel M. Simbolon, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Alex Kawilarang, Kolonel Dajtikusumu, dan Kolonel A. H. Nasution.
Dari beberapa nama yang diajukan, Angkatan Darat memercayakan pemilihan Kasad oleh Pemerintah. Pembahasan oleh pemerintah (Kabinet) dilakukan selama tiga malam berturut-turut.
Perdana Menteri Burhanudin Harahap saat itu merangkap juga sebagai Menteri Pertahanan, memutuskan mengangkat Kolonel A.H. Nasution sebagai Kasad.
Reporter Magang: Muhamad Fachri Rifki
[noe]What's Your Reaction?